Bab 1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Kota Batu adalah salah satu kota penghasil kripik apel di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini merupakan daerah pertanian dan perkebunan yang subur. Banyak menghasilkan apel lokal berbagai jenis, sayur-sayuran dan bawang putih yang sempat menjadi primadona. Batu juga dikenal orang sebagai daerah wisata pegunungan yang sejuk. Batu mulai tumbuh sebagai kawasan hunian seiring masuknya perkebunan colonial pada pretengahan abad ke-19 di Jawa Timur.
Kota Batu mempunyai luas sebesar 202,800 km2 (20,280 ha). Pada Desember 2009, penduduknya berjumlah 166,882 jiwa. Kota Batu dibagi kepada tiga kecamatan dan 23 desa/kelurahan. Kecamatan-kecamatan di Kota Batu adalah Batu, Bumiaji, dan Junrejo.
Kota Batu adalah kota yang terkenal di industry kripik apel, dan industry tersebut digambarkan sebagai industri sangat berhasil. Berdasarkan keberhasilan ini, kota Batu membanggakan industri “agrowisata” kuat, yang memberi kepada turis kesempatannya melihat bermacam-macam proses di industri apel. Para wisatawan bisa berpengalaman memetik apel di kebun. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengucapkan dimuka umum bahwa Apel Batu adalah buah sangat hebat, dan bersaingan yang luar biasa dengan buah apel di seluruh dunia. Meskipun pernyataan itu, harga Apel Batu mahal dibandingkan saingan-saingan. Walaupun harga Apel batu mahal, apel tersebut tetap tak disukai sebagai makanan. Mayoritas apel batu menjadi baik “Jus Apel” maupun hasil lain antara lain “kripik apel”
b). Tujuan
mengetahui cara pengolahan kripik apel
mengetahui managemen dalam usaha kripik apel
mengetahui pemasaran kripik apel
mengetahui kendala-kendala dalam usaha kripik apel
mengetahui modal biaya yang dikeluarkan dalam usaha kripik apel
c) Manfaat
agar kita bisa melakukan usaha secara mandiri
kita bisa tahu bagaiman pemasaran kripik apel
kita bisa mengetahui rancangan usaha kripik apel
kita bisa mengetahui cara produksi serta pengolahannya
KULIAH TANI BERSAMA
Assalamu'alaikum.. salam cinta indonesia,
OKELAH
SELAMAT MENIKMATI WEB KAMI.......
Jumat, 04 Maret 2011
Sabtu, 05 Februari 2011
PERILAKU KONSUMEN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Elemen Perilaku Konsumen.
a. Afeksi (affect) dan kognitif (cognitive)
Elemen afeksi dan kognitif merupakan dua tipe tanggapan internal psikologis pada diri konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi melibatkan perasaan sedangkan kognitif melibatkan pikiran.
Kognitif (kognitive)
Komponen ini terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang objek. Pengetahuan tentang objek dapat diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan yang tertanam dalam memori. Aspek kognitif biasa terjadi melalui proses berpikir sadar ataupun dapat terjadi secara tidak sadar. Kepercayaan tentang atribut suatu produk biasanya dievaluasi secara alami. Samakin positif kepercayaan terhadap suatu merek dan semakin positif setiap kepercayaan, maka keseluruhan komponen kognitif akan terdukung, yang pada akhirnya akan mendukung keseluruhan dari sikap ini.
Afeksi (affect)
Perasaan dan reaksi emosional kepada suatu objek menunjukkan komponen afektif dari sikap. Konsumen yang menyukai suatu produk merupakan hasil dari emosi atau evaluasi afektif dari suatu produk. Evaluasi ini terbentuk tanpa adanya informasi kognitif atau kepercayaan tentang produk tersebut. Atau merupakan hasil evaluasi dari penampilan produk pada setiap atributnya. Tanggapan afeksi beragam, misal penilaian positif atau negatif dan rasa senang atau tidak senang.
b. Perilaku ( behavior)
Komponen ini adalah respon dari seseorang terhadap objek atau aktivitas. Seperti keputusan membeli atau tidaknya suatu produk yang merupakan tindakan nyata yang dapat diobservasi secara langsung.
c. Lingkungan
Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi.
Budaya.
Budaya seperti digunakan dalam studi perilaku konsumen, mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Semua bentuk pemasaran merupakan saluran tempat makna budaya di transfer kebarang konsumen. Dengan demikian, pemasaran adalah transmiter nilai yang serentak membentuk budaya dan dibentuk oleh budaya.
Kelas Sosial
Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Mereka dibedakan oleh perbedaan status sosioekonomi yang berjajar dari rendah hingga tinggi. Status kelas sosial kerap menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda (misalkan jenis minuman beralkohol yang disajikan, merek dari model mobil yang dikendarai, dan model pakaian yang disukai).
Pengaruh Pribadi
Sebagai konsumen, perilaku kita kerap dipengaruhi oleh mereka yang berhubungan erat dengan kita. Kita mungkin berespon terhadap tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Kita pun menghargai orang-orang disekeliling kita untuk nasihat mereka mengenai pilihan pembelian.
Keluarga dan situasi
Keluarga kerap merupakan unit pengambilan keputusan utama. Keluarga dapat membuat seseorang membeli sesuatu yang sesuai dengan keinginan keluarga. Karena keluarga merupakan posisi awal seseorang memulai sebuah proses sosialisasi. Perilaku konsumen akan berubah juga jika situasi berubah. Perubahan tersebut dapat diprediksi melalui penelitian dan dimanfaatkan dalam strategi.
d. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran merupakan suatu rencana yang didesain untuk mempengaruhi pertukaran dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Seperti pemasaran dengan pendekatan relasional yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan, kepuasan, dan kesenangan konsumen. Artinya setelah transaksi selesai, konsumen tidak dibiarkan begitu saja yang nantinya akan mudah pindah ke produk lain. Akan tetapi menciptakan kesetiaan bagi konsumen (pelanggan) dengan memahami apa yang diinginkan oleh konsumen. Dalam konteks hubungannya dengan perilaku konsumen. Efektifitas dan strategi pemasaran dapat ditunjukkan dengan kemampuannya mempengaruhi dan merubah aktivitas-aktivitas konsumen untuk mencapai apa yang menjadi sasaran dari strategi pemasaran. Apabila strategi pemasaran itu diarahkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen, maka setiap elemen dalam pemasaran (segmentasi, produk, harga, distribusi, dan promosi) harus bekerja dalam rangka menjawab permasalahan seputar perilaku konsumen. Sebagai contoh, apabila suatu perusahaan ingin menciptakan atau mengembangkan suatu barang maka pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah kepada kelompok konsumen mana produk itu diarahkan (segmentation).
2.1 Hubungan timbal balik dalam proses pengambilan keputusan konsumen.
Menurut Peter dan Olson (1999) empat hal penting dapat dibuat mengenai penetapan timbal balik dan hubungan antara elemen pada model.
1. Analisis menyeluruh perilaku konsumen harus mempertimbangkan ketiga elemen tersebut secara keseluruhan. Penjabaran perilaku konsumen didasarkan pada satu atau dua elemen tidaklah lengkap. Contohnya, menyatakan bahwa afeksi dan kognisi menyebabkan perilaku berarti meniadakan pengaruh lingkungan, menyepelekan sifat dinamis perilaku konsumen, dan dapat membuat strategi pemasaran menjadi kurang efektif.
2. Pentingnya menyadari bahwa sebagian dari ketiga elemen tersebut dapat menjadi titik awal analisis konsumen. Pada contoh tenteng televisi, analisis dimulai dengan selera konsuman; kita dapat memualainya dengan perilaku menonton TV atau dengan lingkungan program televisi. Meskipun demikian, karena pemasar kadangkala tertarik untuk mempengaruhi perilaku, analisis konsumen seringkali harus dimulai dengan berfokus pada perilaku.
3. Model bersifat dinamis; memandang perilaku konsumen sebagai suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Mungkin kita dapat memberikan penjabaran yang baik tentang konsumen berdasarkan elemen tersebut pada suatu waktu, tetapi pada saat yang bersamaan sebagian dari elemen tersebut mungkin telah berubah. Oleh karena itu, hasil dari riset konsumen seringkali dengan cepat menjadi basi.
4. Model dapat diterapkan pada berbagai tingkatan analisis. Yaitu, dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan serta perubahan diantara afeksi dan kognisi, perilaku, serta lingkungan untuk seorang konsumen, satu grup konsumen (misalnya suatu target pasar tertentu), atau untuk masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, kita percaya bahwa model tersebut adalah model umum yang dapat diterapkan pada berbagai macam permasalahan pemasaran dengan baik.
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Seperti halnya yang digambarkan dalam hubungan sebab-akibat yang berfokus pada dampak kausal.
Hubungan sebab- akibat
Konsumen cenderung melalui proses yang lebih kompleks dalam pengambilan keputusan hingga memperoleh barang yang dikehendakinya. Seperti yang digambarkan dalam hubungan timbal balik dari keseluruhan elemen (efeksi dan kognisi, perilaku, lingkungan serta strategi pemasaran). Adanya stimulus merupakan faktor yang merangsang konsumen untuk melakukan pengambilan keputusan. Adakalanya konsumen belum mengetahui tentang barang yang akan dibelinya (stimulus ambiguity). Oleh karena itu konsumen harus mencari informasi dahulu mengenai barang yang akan dibelinya (overt search). Setelah itu konsumen memperoleh informasi singkat mengenai barang yang akan dibelinya (attention). Karena hanya sebagian saja informasi tentang barang itu yang dapat diingat oleh konsumen tersebut, maka dalam proses memori terjadilah perceptual bias. Konsumen itu akan dapat mengingat informasi mengenai barang yang akan dibelinya secara lebih baik apabila ia betul-betul membutuhkan barang tersebut atau jika ia sebelumnya banyak bertannya mengenai barang tersebut (hal ini merupakan exogenous variables). Tahap berikutnya merupakan formasi dari sikap (atitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merek (brand comprehension). Kemudian konsumen memiliki kekuatan sikap positif pada suatu merek barang. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai merek yang berbeda-beda (confidence), dan konsumen dapat menentukan apakah ia akan membeli barang tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika konsumen tersebut telah mengetahui bermacam merek barang yang ia kehendaki, maka ia dapat merencanakan untuk membeli barang tersebut (output purchase). Apabila konsumen membeli barang sesuai dengan yang diharapkannya, maka ia akan mendapat kepuasan (satisfaction).
perilaku konsumen pada dasarnya terbentuk karena adanya interaksi atau komunikasi antara produsen / pemasar dengan konsumen. Dalam suatu komunikasi yang efektif, dibutuhkan adanya interaksi aktif antar pelaku komunikasi (komunikan). Interaksi aktif itu sendiri merupakan perwujudan dari suatu hubungan timbal balik, dimana produsen (pemasar) memberikan informasi tentang produk yang diinginkan konsumen. Begitu pula konsumen, ia memberikan informasi (masukan) tentang kriteria produk yang dia inginkan. Sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan mengembangkan strategi pemasarannya. Strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan tentunya memiliki tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produknya, guna meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
Keadaan tersebut cukup menunjukkan fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Dimana dalam gambaran keadaan di atas menunjukkan dominasi peranan suatu hubungan yang bersifat timbal balik, yaitu antara produsen / pemasok dengan konsumen dalam proses pengambilan keputusan konsumen, atas pembelian suatu barang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).
Variabel proses pengamatan (perceptual processes) terdiri dari:
1. Attention, merupakan reseptor-reseptor indera untuk mengendalikan penerimaan informasi.
2. Stimulus ambiguity, yaitu ketidakpastian tentang yang diamati dan tidak adanya makna dari informasi yang diterima.
3. perceptual bias (penyimpangan pengamatan), yaitu suatu distorsi dari informasi yang diterima.
4. overt search (penelusuran nyata), yaitu penelusuran informasi secara aktif.
Variabel proses belajar terdiri dari:
1. motif, yaitu suatu dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan membeli.
2. Choice criteria (kriteria memilih), yaitu seperangkat motif yang berhubungan dengan tingkat produk yang menjadi pertimbangan.
3. brand comprehension (pemahaman merek), yaitu pengetahuan tentang berbagai merek barang yang akan dibeli.
4. attitude (sikap), yaitu kesukaan pada merek yang didasarkan atas kriteria memilih.
5. intention (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, di mana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan.
6. confidence (kepercayaan), yaitu keyakinan terhadap suatu merek tertentu.
7. satisfaction (kepuasan), yaitu tingkat penyesuaian antara kebutuhan denga pembelian barang yang diharapkan oleh konsumen.
2.3 Pengaplikasian pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi.
seorang petani membeli pupuk organik diawali diawali dengan pergi kesebuah toko pupuk yang menjual pupuk organik dan pupuk kimia (hal ini merupakan stimulus). Petani tersebut tidak banyak mengetahui kandungan pupuk organik dan belum mengetahui benar cara penggunaannya (stimulus ambiguity). Di dalam toko tersebut , petani mengajukan pertanyaan kepada penjual pupuk organik (overt search). Penjual tersebut memberikan sebuah brosur tentang berbagai macam pupuk organik dan cara penggunaanya, sehingga petani tersebut mendapatkan informasi secara singkat tentang pupuk organik (attention, timbul perhatian). Karena hanya sebagian informasinya yang dapat diingat oleh petani, maka dalam proses memori terjadi (perceptual bias). Petani akan dapat mengingat lebih baik tentang informasi mengenai pupuk organik apabila petani betul-betul membutuhkan pupuk organik, atau jika sebelumnya petani banyak bertanya (exogenous variables). Tahap selanjutnya adalah formasi dari sikap (attitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merk (brand somprehension). Kemudian petani tersebut mempunyai kekuatan sikap positif pada suatu merk pupuk organik. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai macam merk yang berbeda-beda (confidence), dan petani dapat menentukan apakah ia akan membeli pupuk organik tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika petani tersebut telah mengetahui bermacam merk pupuk organik, maka dia dapat merencanakan untuk membeli pupuk (output purchase). Apabila petani tersebut membeli pupuk organik yang sesuai harapan, maka ia akan mendapatkan kepuasan (satisfaction).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ada empat elemen dalam analisis perilaku konsumen yaitu:
1. afeksi (affect) dan kognisi (cognitive)
2. perilaku ( behavior)
3. lingkungan
4. strategi pemasaran
hubungan timbal-balik dalam proses pengambilan keputusan konsumen
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).
Contoh model pengambilan keputusan pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi.
Jika petani tersebut telah mengetahui bermacam merk pupuk organik, maka dia dapat merencanakan untuk membeli pupuk (output purchase). Apabila petani tersebut membeli pupuk organik yang sesuai harapan, maka ia akan mendapatkan kepuasan (satisfaction).
DAFTAR PUSTAKA
Amirulloh SE MM. 2002. Perilaku Konsumen. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Eagle, James F. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta. Binarupa Aksara.
Peter, J. Paul dan Olson. 1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jakarta.Erlangga. Jakarta.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta.Ghalia Indonesia.
Suryani, Tatik. 2008. Perilaku Konsumen: Implikasi pada Stategi Pemasaran. Yogyakarta. Graha Ilmu.
PEMBAHASAN
2.1 Elemen Perilaku Konsumen.
a. Afeksi (affect) dan kognitif (cognitive)
Elemen afeksi dan kognitif merupakan dua tipe tanggapan internal psikologis pada diri konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi melibatkan perasaan sedangkan kognitif melibatkan pikiran.
Kognitif (kognitive)
Komponen ini terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang objek. Pengetahuan tentang objek dapat diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan yang tertanam dalam memori. Aspek kognitif biasa terjadi melalui proses berpikir sadar ataupun dapat terjadi secara tidak sadar. Kepercayaan tentang atribut suatu produk biasanya dievaluasi secara alami. Samakin positif kepercayaan terhadap suatu merek dan semakin positif setiap kepercayaan, maka keseluruhan komponen kognitif akan terdukung, yang pada akhirnya akan mendukung keseluruhan dari sikap ini.
Afeksi (affect)
Perasaan dan reaksi emosional kepada suatu objek menunjukkan komponen afektif dari sikap. Konsumen yang menyukai suatu produk merupakan hasil dari emosi atau evaluasi afektif dari suatu produk. Evaluasi ini terbentuk tanpa adanya informasi kognitif atau kepercayaan tentang produk tersebut. Atau merupakan hasil evaluasi dari penampilan produk pada setiap atributnya. Tanggapan afeksi beragam, misal penilaian positif atau negatif dan rasa senang atau tidak senang.
b. Perilaku ( behavior)
Komponen ini adalah respon dari seseorang terhadap objek atau aktivitas. Seperti keputusan membeli atau tidaknya suatu produk yang merupakan tindakan nyata yang dapat diobservasi secara langsung.
c. Lingkungan
Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi.
Budaya.
Budaya seperti digunakan dalam studi perilaku konsumen, mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Semua bentuk pemasaran merupakan saluran tempat makna budaya di transfer kebarang konsumen. Dengan demikian, pemasaran adalah transmiter nilai yang serentak membentuk budaya dan dibentuk oleh budaya.
Kelas Sosial
Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Mereka dibedakan oleh perbedaan status sosioekonomi yang berjajar dari rendah hingga tinggi. Status kelas sosial kerap menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda (misalkan jenis minuman beralkohol yang disajikan, merek dari model mobil yang dikendarai, dan model pakaian yang disukai).
Pengaruh Pribadi
Sebagai konsumen, perilaku kita kerap dipengaruhi oleh mereka yang berhubungan erat dengan kita. Kita mungkin berespon terhadap tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Kita pun menghargai orang-orang disekeliling kita untuk nasihat mereka mengenai pilihan pembelian.
Keluarga dan situasi
Keluarga kerap merupakan unit pengambilan keputusan utama. Keluarga dapat membuat seseorang membeli sesuatu yang sesuai dengan keinginan keluarga. Karena keluarga merupakan posisi awal seseorang memulai sebuah proses sosialisasi. Perilaku konsumen akan berubah juga jika situasi berubah. Perubahan tersebut dapat diprediksi melalui penelitian dan dimanfaatkan dalam strategi.
d. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran merupakan suatu rencana yang didesain untuk mempengaruhi pertukaran dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Seperti pemasaran dengan pendekatan relasional yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan, kepuasan, dan kesenangan konsumen. Artinya setelah transaksi selesai, konsumen tidak dibiarkan begitu saja yang nantinya akan mudah pindah ke produk lain. Akan tetapi menciptakan kesetiaan bagi konsumen (pelanggan) dengan memahami apa yang diinginkan oleh konsumen. Dalam konteks hubungannya dengan perilaku konsumen. Efektifitas dan strategi pemasaran dapat ditunjukkan dengan kemampuannya mempengaruhi dan merubah aktivitas-aktivitas konsumen untuk mencapai apa yang menjadi sasaran dari strategi pemasaran. Apabila strategi pemasaran itu diarahkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen, maka setiap elemen dalam pemasaran (segmentasi, produk, harga, distribusi, dan promosi) harus bekerja dalam rangka menjawab permasalahan seputar perilaku konsumen. Sebagai contoh, apabila suatu perusahaan ingin menciptakan atau mengembangkan suatu barang maka pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah kepada kelompok konsumen mana produk itu diarahkan (segmentation).
2.1 Hubungan timbal balik dalam proses pengambilan keputusan konsumen.
Menurut Peter dan Olson (1999) empat hal penting dapat dibuat mengenai penetapan timbal balik dan hubungan antara elemen pada model.
1. Analisis menyeluruh perilaku konsumen harus mempertimbangkan ketiga elemen tersebut secara keseluruhan. Penjabaran perilaku konsumen didasarkan pada satu atau dua elemen tidaklah lengkap. Contohnya, menyatakan bahwa afeksi dan kognisi menyebabkan perilaku berarti meniadakan pengaruh lingkungan, menyepelekan sifat dinamis perilaku konsumen, dan dapat membuat strategi pemasaran menjadi kurang efektif.
2. Pentingnya menyadari bahwa sebagian dari ketiga elemen tersebut dapat menjadi titik awal analisis konsumen. Pada contoh tenteng televisi, analisis dimulai dengan selera konsuman; kita dapat memualainya dengan perilaku menonton TV atau dengan lingkungan program televisi. Meskipun demikian, karena pemasar kadangkala tertarik untuk mempengaruhi perilaku, analisis konsumen seringkali harus dimulai dengan berfokus pada perilaku.
3. Model bersifat dinamis; memandang perilaku konsumen sebagai suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Mungkin kita dapat memberikan penjabaran yang baik tentang konsumen berdasarkan elemen tersebut pada suatu waktu, tetapi pada saat yang bersamaan sebagian dari elemen tersebut mungkin telah berubah. Oleh karena itu, hasil dari riset konsumen seringkali dengan cepat menjadi basi.
4. Model dapat diterapkan pada berbagai tingkatan analisis. Yaitu, dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan serta perubahan diantara afeksi dan kognisi, perilaku, serta lingkungan untuk seorang konsumen, satu grup konsumen (misalnya suatu target pasar tertentu), atau untuk masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, kita percaya bahwa model tersebut adalah model umum yang dapat diterapkan pada berbagai macam permasalahan pemasaran dengan baik.
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Seperti halnya yang digambarkan dalam hubungan sebab-akibat yang berfokus pada dampak kausal.
Hubungan sebab- akibat
Konsumen cenderung melalui proses yang lebih kompleks dalam pengambilan keputusan hingga memperoleh barang yang dikehendakinya. Seperti yang digambarkan dalam hubungan timbal balik dari keseluruhan elemen (efeksi dan kognisi, perilaku, lingkungan serta strategi pemasaran). Adanya stimulus merupakan faktor yang merangsang konsumen untuk melakukan pengambilan keputusan. Adakalanya konsumen belum mengetahui tentang barang yang akan dibelinya (stimulus ambiguity). Oleh karena itu konsumen harus mencari informasi dahulu mengenai barang yang akan dibelinya (overt search). Setelah itu konsumen memperoleh informasi singkat mengenai barang yang akan dibelinya (attention). Karena hanya sebagian saja informasi tentang barang itu yang dapat diingat oleh konsumen tersebut, maka dalam proses memori terjadilah perceptual bias. Konsumen itu akan dapat mengingat informasi mengenai barang yang akan dibelinya secara lebih baik apabila ia betul-betul membutuhkan barang tersebut atau jika ia sebelumnya banyak bertannya mengenai barang tersebut (hal ini merupakan exogenous variables). Tahap berikutnya merupakan formasi dari sikap (atitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merek (brand comprehension). Kemudian konsumen memiliki kekuatan sikap positif pada suatu merek barang. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai merek yang berbeda-beda (confidence), dan konsumen dapat menentukan apakah ia akan membeli barang tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika konsumen tersebut telah mengetahui bermacam merek barang yang ia kehendaki, maka ia dapat merencanakan untuk membeli barang tersebut (output purchase). Apabila konsumen membeli barang sesuai dengan yang diharapkannya, maka ia akan mendapat kepuasan (satisfaction).
perilaku konsumen pada dasarnya terbentuk karena adanya interaksi atau komunikasi antara produsen / pemasar dengan konsumen. Dalam suatu komunikasi yang efektif, dibutuhkan adanya interaksi aktif antar pelaku komunikasi (komunikan). Interaksi aktif itu sendiri merupakan perwujudan dari suatu hubungan timbal balik, dimana produsen (pemasar) memberikan informasi tentang produk yang diinginkan konsumen. Begitu pula konsumen, ia memberikan informasi (masukan) tentang kriteria produk yang dia inginkan. Sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan mengembangkan strategi pemasarannya. Strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan tentunya memiliki tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produknya, guna meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
Keadaan tersebut cukup menunjukkan fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Dimana dalam gambaran keadaan di atas menunjukkan dominasi peranan suatu hubungan yang bersifat timbal balik, yaitu antara produsen / pemasok dengan konsumen dalam proses pengambilan keputusan konsumen, atas pembelian suatu barang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).
Variabel proses pengamatan (perceptual processes) terdiri dari:
1. Attention, merupakan reseptor-reseptor indera untuk mengendalikan penerimaan informasi.
2. Stimulus ambiguity, yaitu ketidakpastian tentang yang diamati dan tidak adanya makna dari informasi yang diterima.
3. perceptual bias (penyimpangan pengamatan), yaitu suatu distorsi dari informasi yang diterima.
4. overt search (penelusuran nyata), yaitu penelusuran informasi secara aktif.
Variabel proses belajar terdiri dari:
1. motif, yaitu suatu dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan membeli.
2. Choice criteria (kriteria memilih), yaitu seperangkat motif yang berhubungan dengan tingkat produk yang menjadi pertimbangan.
3. brand comprehension (pemahaman merek), yaitu pengetahuan tentang berbagai merek barang yang akan dibeli.
4. attitude (sikap), yaitu kesukaan pada merek yang didasarkan atas kriteria memilih.
5. intention (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, di mana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan.
6. confidence (kepercayaan), yaitu keyakinan terhadap suatu merek tertentu.
7. satisfaction (kepuasan), yaitu tingkat penyesuaian antara kebutuhan denga pembelian barang yang diharapkan oleh konsumen.
2.3 Pengaplikasian pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi.
seorang petani membeli pupuk organik diawali diawali dengan pergi kesebuah toko pupuk yang menjual pupuk organik dan pupuk kimia (hal ini merupakan stimulus). Petani tersebut tidak banyak mengetahui kandungan pupuk organik dan belum mengetahui benar cara penggunaannya (stimulus ambiguity). Di dalam toko tersebut , petani mengajukan pertanyaan kepada penjual pupuk organik (overt search). Penjual tersebut memberikan sebuah brosur tentang berbagai macam pupuk organik dan cara penggunaanya, sehingga petani tersebut mendapatkan informasi secara singkat tentang pupuk organik (attention, timbul perhatian). Karena hanya sebagian informasinya yang dapat diingat oleh petani, maka dalam proses memori terjadi (perceptual bias). Petani akan dapat mengingat lebih baik tentang informasi mengenai pupuk organik apabila petani betul-betul membutuhkan pupuk organik, atau jika sebelumnya petani banyak bertanya (exogenous variables). Tahap selanjutnya adalah formasi dari sikap (attitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merk (brand somprehension). Kemudian petani tersebut mempunyai kekuatan sikap positif pada suatu merk pupuk organik. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai macam merk yang berbeda-beda (confidence), dan petani dapat menentukan apakah ia akan membeli pupuk organik tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika petani tersebut telah mengetahui bermacam merk pupuk organik, maka dia dapat merencanakan untuk membeli pupuk (output purchase). Apabila petani tersebut membeli pupuk organik yang sesuai harapan, maka ia akan mendapatkan kepuasan (satisfaction).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ada empat elemen dalam analisis perilaku konsumen yaitu:
1. afeksi (affect) dan kognisi (cognitive)
2. perilaku ( behavior)
3. lingkungan
4. strategi pemasaran
hubungan timbal-balik dalam proses pengambilan keputusan konsumen
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).
Contoh model pengambilan keputusan pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi.
Jika petani tersebut telah mengetahui bermacam merk pupuk organik, maka dia dapat merencanakan untuk membeli pupuk (output purchase). Apabila petani tersebut membeli pupuk organik yang sesuai harapan, maka ia akan mendapatkan kepuasan (satisfaction).
DAFTAR PUSTAKA
Amirulloh SE MM. 2002. Perilaku Konsumen. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Eagle, James F. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta. Binarupa Aksara.
Peter, J. Paul dan Olson. 1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jakarta.Erlangga. Jakarta.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta.Ghalia Indonesia.
Suryani, Tatik. 2008. Perilaku Konsumen: Implikasi pada Stategi Pemasaran. Yogyakarta. Graha Ilmu.
ekonomi makro
III. TEORI EKONOMI MAKRO KEYNES
3.1. Dasar Filsafat Teori Keynes
Nuhfil Hanani 1
Pada mulanya, selama lebih dari 100 tahun setelah revolusi industri yang dimulai di
Inggris, negara-negara barat mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Keberhasilan ini
merupakan keberhasilan penerapan teori klasik yang mengandalkan sistem laissez-faire.
Namun, pada tahun 1930-an, negara-negara tersebut mengalami depresi dan
pengangguran yang hebat dan berkepanjangan. Dalam keadaan demikian kaum Klasik dan
Neo-Klasik tidak berdaya untuk memberi pemecahan permasalahan yang dihadapai dalam
perekonomian masyarakat Kaum sosialis di negara tersebut mengatakan bahwa penyebab
depresi itu adalah kesalahan pada sistem perekonomian itu sendiri, yaitu sistem laissez faire
atau liberalisme atau kapitalisme . Kaum sosialis berpandangan, selama suatu negara
mempercayakan pengelolaan perekonomian pada para produsen swasta yang per definisi
hanya bertujuan mengejar keuntungan sebesar-besarnya untuk mereka pribadi, maka depresi,
pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit perekonomian yang menghantui
dari waktu ke waktu. Oleh karenanya kaum sosialis mengusulkan perombakan sistem
perekonomian menjadi sistem sosialis, yaitu sistem di mana faktor-faktor produksi tidak bisa
dimiliki oleh pengusaha swasta, tetapi hanya dimiliki oleh masyarakat (negara). Semua
kegiatan produksi dikuasai negara, yang secara teoritis, akan mengutamakan kepentingan
masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan tidak lagi
sebagai motif utama seperti pada sistem kapitalis.
“Obat” semacam itu ternyata dianggap terlalu radikal, sehingga orang-orang di
negara-negara Barat yang telah lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak dapat
menerima begitu saja. Mengubah sistem seperti itu berarti mengubah kebiasaan dan cara
hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Mereka menghendaki obat yang tidak
terlalu pahit yang dapat menolong memecahlan masalah perekonomian mereka. Dalam
situasi demikian John Maynard Keynes (1883-1946) muncul menawarkan suatu pemecahan
yang merupakan “jalan tengah”. Keynes menawarkan untuk meninggalkan pemikiran kaum
Klasik murni. Keynes berpendapat, untuk mengatasi masalah krisis ekonomi tersebut,
Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan secara aktif dalam mengendalikan
perekonomian nasional. Kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih dapat
dipercayakan kepada swasta, tetapi Pemerintah wajib melakukan kebijakan-kebijakan untuk
mempengaruhi perekonomian. Misalnya, dalam masa depresi Pemerintah harus bersedia
melakukan kegiatan-kegiatan yang langsung dapat menyerap tenaga kerja yang tidak dapat
Nuhfil Hanani 2
bekerja pada swasta, walaupun hal ini dapat menyebabkan defisit dalam anggaran belanja
negara. Dalam hal ini Keynes tidak percaya pada sistem liberalisme yang mengoreksi diri
sendiri, untuk kembali pada posisi full employment secara otomatis. Full employment hanya
bisa dicapai dengan tindakan-tindakan tertencana, bukan datang dengan sendirinya. Inilah inti
dari ideologi “keynesianisme”. Pemikiran-pemikiran Keynes tersebut dituangkan dalam
bukunya yang berjudul “The General Theory of Employment, Interest, and Money
(1936)”.
3.2. Pasar Tenaga Kerja
Dalam bagian ini dibahas tentang bagaimana proses menurunkan kurva permintaan
dan penawaran tenaga kerja. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1. Permintaan Tenaga kerja
Dalam analisis permintaan tenaga kerja diasumsikan bahwa pembeli tenaga kerja
adalah perusahaan dan penjual tenaga kerja adalah rumah-tangga. Oleh karena itu kurva
permintaan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi perusahaan tersebut. Untuk analisis
ini pembahasan fungsi produksi didasarkan pada asumsi, (1) perusahaan-perusahaan
menghasilkan satu macam komoditas, (2) perusahaan-perusahaan bersifat homogen (
manajemen dan teknologi sama), dan (3) perusahaan-perusahaan dalam pasar bersaing
sempurna. Secara grafis, fingsi produksi perusahaan dapat ditunjukkan dalam Gb. 3.1
berikut. Sumbu vertikal menunjukkan jumlah kapital dan sumbu horizontal menunjukkan
jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk proses produksi dalam perusahaan. Kurva Q
adalah kurva iso-quant , yaitu tingkat produksi yang sama yang dihasilkan oleh berbagai
kombinasi kapital dan tenaga kerja.
K
∆ Q = ∆ N x MPPL
∆ Q = ∆ K x MPPK
Nuhfil Hanani 3
Dari 1) dan 2) diperoleh :
K1 R3
∆ N x MPPL = ∆ K x MPPK …. 3)
∆ N MPPL
R2 ------ = ---------- ……………... 4)
K2 R1
Q2
∆ K MPPK
MPPL
Q1 - -------- = slope isoquant ( -)
MPPK
0 N1 N2
N
Gb. 3.1 Fungsi Produksi Perusahaan
Anggap bahwa produk (Q) hanya dipengaruhi oleh tenaga kerja (N) dan kapital (K) dianggap
tetap. Secara matematis di tulis, Q = f (K / N). Secara grafis dapat digambarkan seperti pada
Gb. 3.2.
K
MPPL
- -------- = slope isoquat
MPPK
K K
Q3 Pada KK, slope isoquant Q1> Q2 > Q3
Q2
Q1
0 N1 N2 N3 N
Gb. 3.2. Grafik Q = F (K/N)
Gb. 3.2 menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang dikombinasikan dengan
kapital yang tetap untuk meningkatkan produksi, dalam hal ini dari Q1 ke Q3. Ini berarti
bahwa jika tenaga kerja semakin banyak digunakan maka setiap pekerja akan disertai dengan
kapital yang semakin sedikit. Jadi, tambahan output yang diperoleh dari tambahan “satu
Nuhfil Hanani 4
tenaga kerja lagi” menurun sejalan dengan tambahan tenaga kerjanya. Dengan kata lain
dapat dinyatakan bahwa marginal physical product (MPPL) menurun sejalan dengan
penambahan tenaga kerja. Apabila MPPL ini diplot sebagai fungsi dari tingkat tenaga kerja,
akan diperoleh kurva ber-slope negatif (downward-sloping) seperti ditunjukkan pada GB. 3.3.
MPPL MPPL= W/P
MPPL.1 (W/P)1
MPPL.2 (W/P)2
MPPL.3 (W/P)3
’
Nd
Nd
0 N1 N2 N3 N 0 N1 N2 N3 N
Gb. 3.3 Hubungan MPPL dan N dengan K tetap. Gb. 3.4 Kurva Permintaan N
Nd = Nd (W/P, K 1) ;
Nd’ = Nd (W/P, K 2)
Dari Gb.3.3 terlihat, jika dipekerjakan N1 maka produk phisik marjinal dari tenaga kerja
adalah MPPL.1. Jika dipekerjakan N2 maka produk phisik marjinalnya turun menjadi MPPL.2.
Dari berbagai alternatif output yang dapat diproduksi, mana yang harus dipilih agar
diperoleh keuntungan maksimum? Telah diketahui bahwa keuntungan maksimum diperoleh
ketika tingkat output diproduksi pada saat marginal cost (MC) = marginal revenue (MR).
Dalam pasar persaingan sempurna MR = P (harga). Jadi dalam perusahaan persaingan
sempurna , keuntungan maksimum diperoleh ketika memproduksi output di mana MC = P.
Per-definisi, MC adalah besarnya tambahan biaya yang diperlukan untuk menambah output
satu unit.
Dalam hal ini, perusahaan hanya menggunakan satu faktor variabel, yaitu tenaga
kerja. Dengan demikian jika ada tambahan satu unit tenaga kerja, maka biaya akan naik
sebesar harga per unit jasa tenaga kerja tersebut – yang dinamakan tingkat upah nominal, W.
Output akan naik sebesar MPPL. Hal ini berarti bahwa, jika ditambahkan satu tenaga kerja
lagi maka biaya akan naik sebesar W dan output naik sebesar MPPL. Jadi, MC = W/MPPL.
Sekarang kita dapat menulis kembali syarat maksimisasi keuntungan sebagai berikut :
W/MPPL = P atau W/P = MPPL.
Nuhfil Hanani 5
W/P dikenal sebagai tingkat upah riel, dengan satuan “komodities per man per time
period”. Satuan ini berasal dari :
$/man
W time
------ = ------------------- = commodity/man/time period.
P $ / commodity
Satuan ini menunjukkan daya beli komoditi dari upah dalam bentuk uang ( commodity-
puschasing power of the money wage).
Berdasarkan persamaan syarat maksimisasi diatas, Gb. 3.3 dapat diubah ke dalam
Gb.3.4. Gb. 3.4 menunjukkan hubungan antara harga tenaga kerja dengan jumlah tenaga
kerja yang diminta. Oleh karena itu kurva yang menunjukkan hubungan tersebut disebut
kurva permintaan tenaga kerja. Kurva tersebut ternyata terletak sepanjang kurva MPPL.
Perusahaan yang beroperasi berdasarkan kurva ini berarti memenuhi syarat maksimisasi
profit. Kurva garis putus menunjukkan kombinasi N dan K dengan K yang lebih banyak.
3.2.2. Penawaran Tenaga Kerja
Dalam analisis penawaran tenaga kerja, diasumsikan rumah tangga sebagai unit
fungsional ekonomi, harus membuat keputusan tentang :
1. Waktu kerja (work) dan waktu senggang (leisure) : rumah tangga harus memutuskan
berapa banyak waktu yang akan digunakan untuk bekerja dan berapa banyak waktu yang
akan digunakan untuk beristirahat/senang-senang.
2. Konsumsi dan tabungan : rumah tangga harus memutuskan berapa banyak pendapatannya
yang akan digunakan untuk konsumsi dan berapa yang akan ditabung.
3. Portfolio balance : dari uang yang ditabung berapa banyak yang berupa obligasi dan
berapa banyak yang berupa tabungan tunai.
4. Pola konsumsi : berapa banyak tiap komoditi dikonsumsi
Dalam bagian ini akan dikonsentrasikan pada bahasan keputusan rumah tangga
tentang work/leisure. Setiap individu diasumsikan memperoleh utiliti dari pendapatan dan
waktu senggang. Fungsi utiliti individual tersebut dapat ditunjukkan dalam Gb3.5 berikut.
Nuhfil Hanani 6
Komoditi per periode waktu
Y
Y1 R1
U2
R2
Y2 U1
U0
0 L1 L2 L ( jam per periode waktu)
Gb. 3.5 Fungsi Utiliti Individual
Nuhfil Hanani 7
Dalam upaya memaksimumkan utiliti seseorang dibatasi dua hal, (1) W (tingkat
upah) dan (2) jumlah tenaga-kerja yang tertentu. Proses maksimisasi utiliti tersebut dapat
ditunjukkan dalam Gb. 3.6 berikut. Pada titik T, seseorang memperoleh utiliti maksimum,
dengan pendapatan Y1 ( hasil kerja sebanyak ML1) dan waktu istirahat L1.
Y M = waktu (jam) dalam satu minggu = 168 jam
Y = pendapatan
Y’ L = waktu senggang
Slope Y’M = tg = W/P (upah riel)
T OL1 = waktu senggang
Y1 ML1 = waktu kerja
U1
0 L1 M L
Gb. 3.6. Maksimisasi utiliti
Nuhfil Hanani 8
Pada titik-titik disebelah kiri atau kanan T, seseorang memperoleh utiliti yang lebih rendah.
Pada Gb.3.6 ini, upah riel (W/P) dianggap tetap. Bagaimana sekarang jika tingkat upah
riel berubah? Apa yang terjadi pada penawaran tenaga kerja? Hal ini dapat diilustrasikan
pada Gb. 3.7 berikut.
Y
Y’’’
T
Y’’
T3
U3
Y’ T2
U2
T1 U1
ML = tenaga kerja yang ditawarkan
0 L3 L2 L1 M L
Gb. 3.7 Hubungan waktu kerja dengan upah riel yang berbeda.
Kurva M T1 T2 T3 = menunjukkan utiliti maksimum dengan tingkat upah riel yang berbeda.
Kurva tersebut merupakan kurva penawaran tenaga kerja yang berupa fungsi “upah riel” yang
meningkat secara monotonik. Untuk memudahkan membaca Gb. 3.7, gambar tersebut dapat
dirubah menjadi Gb. 3.8 berikut.
W/P
(W/P)3 NS = NS (W/P)
(W/P)2
(W/P)1
M L1 L2 L3 L
Gb. 3.8 Kurva Penawaran Tenaga Kerja.
Nuhfil Hanani 9
Kurva penawaran tenaga kerja dapat berbentuk “backward –bending” tergantung pada W/P
yang telah dicapai ( lihat Gb. 3.9).
NS = NS (W/P)
(W/P)3
(W/P)2
(W/P)1
0
M L1 L2 L3 L
Gb.3.9 Kurva Penawaran Tenaga Kerja “backward-bending”
Gb. 3.9 menunjukkan bahwa pada upah riel (W/P)2 pekerja siap bekerja dengan waktu
ML3, tetapi ketika upah riel dinaikkan menjadi (W/P)3 pekerja justru mengurangi waktu
kerjanya menjadi ML2. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja memperhitungkan waktu
senggang (leisure) untuk kegiatan-kegiatan seperti istirahat, rekreasi, dan sebagainya.
3.2.3. Keseimbangan Pasar tenaga Kerja
Nuhfil Hanani 10
Secara grafis kondisi keseimbangan pasar tenaga kerja dapat digambarkan dalam Gb.
3.10 berikut:
(W/P)
NS = NS (W/P)
Excess Supply
(W/P)1
Gb. 3.10 Kondisi Keseimbangan
Pasar Tenaga Kerja
(W/P)*
(W/P)2
Excess demand ND = ND (W/P, K)
0 ND=NS= N
♦ Pada upah riel, (W/P)1, banyak orang mencari pekerjaan pada tingkat upah tersebut tetapi
tidak menemukan, sehingga terjadi kelebihan penawaran. Akhirnya pekerja mau bekerja
dengan tingkat upah yang lebih rendah dan kembali ke tingkat upah keseimbangan,
(W/P)*.
♦ Pada upah riel, (W/P)2, perusahaan mencari pekerja tetapi tidak menemukan sehingga
terjadi kelebihan permintaan. Akhirnya perusahaan bersedia membayar upah yang lebih
tinggi dan kembali ke (W/P)*.
♦ Pada tingkat upah riel, (W/P)* , dicapai keseimbangan pasar tenaga kerja.
Dalam mazhab Klasik, semua harga (termasuk harga tenaga kerja, yaitu upah)
bergerak fleksibel ke atas maupun ke bawah dan semua pelaku ekonomi bereaksi secara cepat
dan rasional terhadap perubahan harga tersebut. Dalam hal ini Kaum Keynes berpendapat
bahwa anggapan-anggapan dasar Kaum Klasik tersebut tidak selalu cocok dengan dunia
nyata. Proses menuju keseimbangan baru, menurut Keynes, kadang-kadang memakan waktu
yang cukup lama, tergantung pada berapa besar hambatan-hambatan yang merintangi proses
tersebut. Hambatan-hambatan tersebut termasuk : (a) ketegaran dan fleksibilitas yang tidak
sempurna dari harga-harga dan upah, meskipun terjadi pengangguran yang besar, dan (b)
kelambatan reaksi para pelaku ekonomi (produsen, konsumen, buruh) terhadap kondisi
ekonomi yang baru karena , misalnya, tidak diperolehnya informasi yang cukup mengenai
kondisi ekonomi yang baru tersebut. Jadi menurut Keynes, walaupun terjadi keadaan depresi
dan pengangguran yang besar, tingkat upah bersifat tegar (tidak mudah turun), sehingga
proses menuju keseimbangan dapat berlangsung lama, bahkan bisa terjadi unequilibrium
Nuhfil Hanani 11
(ketidakseimbangan). Artinya, bisa terjadi excess supply atau excess demand dalam pasar
tenaga kerja.
3.3. Pasar Barang
Kemungkinan Kelebihan Produksi. Keynes menolak hukum Say. Menurut Keynes
kelebihan produksi secara umum bisa terjadi. Kelebihan produksi terjadi karena permintaan
masyarakat terhadap barang-barang dan jasa tidak cukup kuat. Permintaan yang ada tidak
cukup untuk menyerap barang dan jasa yang dirawarkan. Bagaimana keadaan ini bisa
terjadi? Keynes, dalam hal ini masih menerima pendapat Say, bahwa setiap proses
produksi berakibat ganda , yaitu : (1) menghasilkan output dan (2) menghasilkan
penghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut. Dengan demikian jika semua
penghasilan tersebut dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi maka
tidak akan ada kelebihan produksi. Namun, pada kenyataannya, penghasilan masyarakat
tidak seluruhnya dibelanjakan di pasar barang, melainkan sebahagian di tabung. Jumlah yang
ditabung ini bukan merupakan permintaan efektif di pasar barang.
Untuk dapat lebih jelas menerangkan pendapat Keynes kita anggap hanya ada dua
sektor : yaitu rumah-tangga dan perusahaan. Bagian penghasilan yang tidak dibelanjakan (
di tabung di Bank) oleh sektor rumah-tangga di pasar barang tidak merupakan permintaan
efektif. Hanya jika penghasilan yang ditabung tersebut dipinjamkan kepada perusahaan
untuk “investasi” oleh Bank , maka penghasilan tersebut akan menjadi permintaan efektif di
pasar barang. Jadi jelas bahwa tidak ada jaminan bahwa seluruh penghasilan masyarakat
yang ditabung dapat diterjemahkan sebagai permintaan efektif di pasar barang. Hal ini
tergantung pada perusahaan, mau atau tidak, meminjam uang di Bank untuk investasi. Jika
perusahaan hanya meminjam uang separoh dari jumlah tabungan yang ada maka berarti
hanya sebesar separoh dari jumlah tabungan tersebut yang dapat menjadi permintaan efektif
di pasar barang. Dengan demikian permintaan efektif di pasar barang lebih kecil dari nilai
seluruh output yang ditawarkan di pasar barang. Dengan kata lain akan terjadi kelebihan
produksi.
Apa akibatnya bila terjadi kelebihan produksi? Pertama, perusahaan akan
mengurangi produksinya pada periode berikutnya, berarti GDP periode berikutnya akan
menurun. Kedua, ini bisa terjadi bersamaan dengan kejadian pertama, yaitu harga-harga
barang dan jasa turun. Ini sesuai dengan hukum permintaan-penawaran, dimana jika
permintaan lebih kecil dari penawaran maka harga akan cenderung turun. Seberapa besar
Nuhfil Hanani 12
pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP dan harga, tergantung pada
fleksibilitas harga untuk turun. Jika harga cukup fleksibel untuk turun maka pengaruh
kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP dan harga adalah kecil. Sebaliknya jika
harga cukup tegar (tidak fleksibel) untuk turun maka pengaruhnya juga cukup besar.
Kemungkinan Kekurangan Produksi. Menurut kaum Keynesian, kekurangan
produksi juga mungkin terjadi. Apabila perusahaan melakukan investasi lebih besar dari
jumlah tabungan masyarakat di Bank maka permintaan efektif di pasar barang akan lebih
besar dari jumlah barang / jasa yang ditawarkan. Perlu diingat disini bahwa besar kecilnya
permintaan efektif di pasar barang tergantung pada keputusan rumah-tangga untuk
konsumsi dan keputusan perusahaan untuk investasi. Menurut Keynes, umumnya keputusan
rumah-tangga untuk konsumsi cukup stabil. Jumlah konsumsi biasanya berubah ( naik) jika
pendapatan rumah-tangga naik. Sedangkan keputusan perusahaan untuk investasi biasanya
sukar diterka. Oleh karenanya, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan
gejolak GDP dan kesempatan kerja.
Apabila pengeluaran investasi oleh perusahaan lebih besar dari dana yang ditabung
oleh rumah-tangga di Bank maka berarti permintaan efektif di pasar barang lebih besar dari
tingkat output masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya GDP dan harga pada
periode berikutnya. Pengaruh kekurangan produksi terhadap kenaikan GDP dan harga sangat
tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum terpakai di masyarakat. Jika
kapasitas produksi masih tersedia maka kurangnya produksi di pasar barang akan
meningkatkan GDP tanpa meningkatkan harga. Namun, jika kapasitas produksi telah penuh
maka kurangnya produksi tersebut tidak akan meningkatkan GDP, melainkan hanya akan
meningkatkan harga atau inflasi.
Berikut ini akan kita bahas lebih mendalam tentang pasar barang tersebut. Faktor-
faktor apa yang menentukan penawaran dan permintaan agregat serta keseimbangan di pasar
barang akan dibahas satu per satu.
3.3.1. Penawaran Barang
Model penawaran barang lebih sederhana dibandingkan dengan model permintaan.
Oleh karenanya model penawaran kita bahas lebih dulu. Seperti telah didiskusikan dalam
bab terdahulu bahwa penawaran komoditi datang dari perusahaan. Dari Gb. 3.2 terlihat
bahwa output, Q, ditentukan oleh jumlah tenaga kerja, N, yang dikombinasikan dengan
Nuhfil Hanani 13
kapital yang tetap, K. Jumlah N yang diminta perusahaan ditentukan oleh tingkat upah riel,
W/P. Bagaimana hubungan antara output agregat dan jumlah tenaga kerja agregat dapat
ditunjukkan dalam Gb. 3.11 berikut. Pemberian simbol Y untuk output karena secara umum
pendapatan riel diberi simbol Y ( superskrip S menunjukkan penawaran), sedangkan secara
agregat pendapatan riel masyarakat sama dengan nilai output yang diproduksi masyarakat.
Dengan demikian, output, penawaran barang, dan pendapatan riel merupakan istilah yang
sama. Hubungan N dan YS atau fungsi produksi tersebut berbentuk konkaf yang
menunjukkan adanya phenomena “diminishing return”.
YS
YS = YS ( K/N)
YS3
YS2
YS1
0 N1 N2 N3 N
Gb. 3.11. Hubungan Tenaga Kerja dengan Output Agregat
Bagaimana hubungan antara fungsi penawaran tenaga kerja dan fungsi penawaran barang
dapat ditunjukkan dalam Gb. 3.12 a dan Gb.3.12b.
W/P Gb. 3.12a . Fungsi Tnaga Kerja
NS = NS (W/P)
NS’ = NS’ (W/P)
(W/P)*1
(W/P)*2
ND = ND (W/P, K)
N*1 N*2 N
YS
YS = YS ( N,K) ∂ YS/ ∂ N > 0
YS*2
YS*1
Gb. 3.12b. Fungsi Produksi
N*1 N*2 N
Nuhfil Hanani 14
Pada posisi awal, pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangan dengan tingkat upah riel,
(W/P)*1, dan jumlah tenaga kerja, N1*. Jumlah tenaga kerja ini yang dikombinasikan dengan
stok kapital yang tetap,K, akan menghasilkan penawaran barang sejumlah YS*1. Sekarang
jika kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kanan ( misalnya, karena kebijakan imigrasi),
maka upah riel keseimbangan akan turun ke (W/P)*2 dan jumlah tenaga kerja naik ke N*2.
Dengan jumlah tenaga kerja ini, penawaran barang akan meningkat menjadi YS*2.
Nuhfil Hanani 15
Penawaran agregat mempunyai kesamaan dengan penawaran pasar dalam ekonomi
mikro. Dalam jangka pendek , kurva penawaran seorang produsen adalah kurva marginal cost
(MC) nya. Kurva Penawaran Agregat merupakan penjumlahan dari semua kurva MC
produsen yang ada dalam suatu perekonomian. Bentuk umum kurva penawaran agregat
adalah sebagai berikut ( Gb. 3.12.c).
P
P = tingkat harga umum
S
Q = Output agregat/penawaran agregat
C
A B
O QL QM Q Gb. 312c. Kurva Penawaran Agregat
Terdapat tiga bagian kurva yang perlu dibedakan. Bagian A-B menunjukkan masih terdapat
kelebihan kapasitas produksi di pabrik-pabrik. Pada bagian ini penambahan produk tidak
meningkatkan MC sehingga tidak meningkatkan harga. Bagian B-C menunjukkan keadaan
kapasitas produksi yang sudah mulai ketat. Pada bagian ini berlaku The Law of Deminishing
Returns. Pada bagian ini produksi masih dapat ditingkatkan sampai pada QM dengan MC
yang meningkat. Output QM adalah yang maksimum dari kapasitas produksi yang terpasang.
Pada tingkat output ini berapapun input ditambahkan tidak bisa lagi menambah output. Atau
berapapun tingginya harga output di pasar tidak akan diikuti oleh kenaikan output.
3.3.2. Permintaan Barang
Untuk memudahkan pembahasan permintaan barang ini, kita anggap untuk sementara
bahwa perekonomian disuatu negara adalah perekonomian tertutup ( yaitu tidak melakukan
transaksi dengan luar negeri) dan pemerintahnya ikut berbelanja dalam pasar barang. Secara
keseluruhan Permintaan Agregat sama saja dengan Penawaran Agregat , yang selanjutnya
kita beri simbol Z. Di dalam perekonomian tertutup, permintaan agregat terdiri dari tiga
unsur, yaitu (1) permintaan efektif dari rumah-tangga akan barang-barang konsumsi, yang
diberi simbol C, (2) permintaan efektif dari perusahaan untuk investasi, yang diberi simbol I ,
Nuhfil Hanani 16
dan (3) permintaan efektif dari pemerintah, yang diberi simbol G. Permintaan agregat
tersebut dapat ditulis dalam bentuk persamaan identitas sebagai berikut .
Z = C + I + G
Sekarang akan kita bahas faktor-faktor apa yang menentukan masing-masing unsur
permintaan efektif tersebut.
Faktor Yang Menentukan Permintaan Konsumsi, C.
Telah didiskusikan diatas bahwa proses produksi akan menghasilkan pendapatan
dalam masyarakat ( bagi rumah-tangga). Selanjutnya pendapatan tersebut menimbulkan
permintaan efektif di pasar barang, yaitu permintaan efektif untuk barang-barang konsumsi
oleh rumah-tangga, C. Namun, tidak semua pendapatan tersebut dibelanjakan di pasar
barang, melainkan ada yang ditabung. Bagian yang ditabung ini, umumnya diberi simbol S.
Hubungan antara pendapatan, output, tingkat konsumsi, dan tingkat tabungan dapat
ditunjukkan dalam persamaan identitas berikut.
Y = Q
Y = C + S
Q > C
Keynes menyatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai kebiasaan tertentu
mengenai berapa banyak dari pendapatan rumah-tangga yang dibelanjakan untuk barang-
barang dan jasa (C) dan berapa yang untuk ditabung (S). Untuk negara-negara
berpenghasilan tinggi, biasanya persentase penghasilan yang ditabung relatif tinggi, berarti
persentase yang dibelanjakan relatif rendah. Sebaliknya, untuk negara-negara berpenghasilan
rendah, persentase penghasilan yang ditabung umumnya juga rendah, berarti persentase yang
dibelanjakan relatif tinggi. Persentase penghasilan yang ditabung tersebut disebut propensity
to save (mps) ( kecenderungan untuk menabung dari masyarakat), yang diberi simbol huruf S
kecil, s. Sedangkan persentase penghasilan yang dibelanjakan disebut propensity to consume
(mpc) ( kecenderungan untuk berkonsumsi dari masyarakat) , yang diberi simbol huruf C
kecil, c. Sehingga secara matematis tingkat konsumsi dan tabungan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut.
S = s YS (fungsi tabungan)
C = c YS (fungsi konsumsi)
C + S = c YS + s YS = (c+s) YS
c + s = 1
Nuhfil Hanani 17
Fungsi konsumsi (consumption function) dan fungsi tabungan (saving function) diatas
merupakan bentuk fungsi yang paling sederhana. Fungsi konsumsi/tabungan tersebut dapat
dikembangkan, misalnya dengan memasukkan variabel lainnya seperti tingkat bunga dan
aset (kekayaan). Untuk analisis makro, dapat digunakan salah satu dari kedua persamaan
tersebut, karena persamaan yang satu dapat dicari dari persamaan lainnya. Bentuk fungsi
konsumsi sederhana lainnya adalah C = a + cYs, dimana a menunjukkan tingkat konsumsi
minimal. Bentuk fungsi ini sering disebut fungsi konsumsi jangka pendek. Sedangkan C = c
YS, disebut sebagai fungsi jangka panjang. Demikian pula untuk fungsi tabungan jangka
pendek, dapat berbentuk S = -a + s YS, dimana -a adalah jumlah tabungan pada saat
pendapatan nol. Untuk fungsi tabungan jangka panjang, ditulis : S = sYS.
Nuhfil Hanani 18
Secara grafis fungsi konsumsi dan fungsi tabungan tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut (Gb. 3.13). Disamping mpc dan mps, untuk fungsi jangka pendek perlu diperhatikan
macam propensity yang lain, yaitu average propensity to consume ( apc) dan ( aps). Average
propensity to consume (apc) adalah proporsi dari penghasilan yang dibelanjakan untuk
konsumsi, yaitu C/Y = (a+cY)/Y = a/Y +c. Average propensity to save (aps) adalah
proporsi dari penghasilan yang ditabung, yaitu S/Y = (-a + sY)/Y =
-a/Y +s.
C,S,Y
Y =Y
C = a + cY
∆C ∆C/ ∆Y = c
∆Y ∆S/ ∆Y = s
a S = -a +sY
450
∆Y ∆S
Y
-a
Gb. 3.13. Fungsi Konsumsi dan Fungsi Tabungan
c = marginal propensity to consume (mpc) = ∂ C/∂Y
s = marginal propensity tosave (mps) = ∂ S/∂Y
Nilai c diasumsikan antara 0 dan 1 0 < c < 1 Per definisi maka s = 1-c. Faktor Yang Menentukan Permintaan Perusahaan Untuk Investasi (I). Investasi adalah pengeluaran sektor perusahaan untuk pembelian barang-barang/jasa untuk tujuan investasi, yaitu berupa tambahan stok kapital, misalnya untuk pembelian mesin. Berbeda dengan tujuan pengeluaran rumah-tangga, yaitu untuk konsumsi, pengeluaran perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, pertimbangan-pertimbangan yang diambil oleh perusahaan untuk memutuskan apakah membeli atau tidak barang-barang / jasa Nuhfil Hanani 19 untuk investasi adalah besar kecilnya harapan keuntungan yang akan diperoleh dari menanamkan investasi tersebut. Untuk mendapatkan dana investasi, perusahaan mempunyai kemungkinan yang luas. Selain dapat berasal dari penghasilan yang ada di kas perusahaan, mereka dapat meminjam dana dari lembaga-lembaga keuangan. Asal saja perusahaan dapat meyakinkan lembaga keuangan yang akan meminjami dana (biasanya melalui proposal) bahwa investasi yang akan dilakukan dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar di masa mendatang, maka lembaga keuangan tersebut sangat mungkin bersedia meminjami dana investasi tersebut. Jadi, perusahaan tidak perlu mengandalkan dana milik sendiri untuk belanja barangnya, seperti pada rumah-tangga. Dengan kata lain, besar kecilnya investasi (I), tidak tergantung pada pendapatan (Y) seperti halnya konsumsi (C), melainkan tergantung pada faktor harapan keuntungan. Berikut ini akan dibahas lebih mendalam tentang kedua faktor ( kemungkinan meminjam dana pihak lain dan harapan keuntungan) yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menentukan besarnya investasi (I). 1). Kemungkinan Meminjam Dana Pihak Lain . Perusahaan-perusahaan dapat meminjam dana investasi dari pihak lain, baik dari pasar uang tidak resmi ( informal money market), sektor perbankan, atau dari pasar surat berharga (atau sering disebut pula dengan bursa efek-efek atau pasar modal). Baik dalam pasar uang tidak resmi maupun dalam pasar uang resmi, seperti dalam pasar lainnya, terdapat penawaran dan permintaan uang. Dari penawaran dan permintaan ini ditentukan volume uang yang dipinjamkan dan “harga” uang , yang tidak lain adalah tingkat bunga. Tingkat bunga ini merupakan biaya yang harus dibayar oleh perusahaan yang meminjam dana untuk investasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa besarnya investasi (I) sangat tergantung pada tingkat bunga (r). 2). Faktor Harapan Keuntungan. Keuntungan yang diharapkan biasanya dinyatakan dalam dua dimensi : (1) dimensi yang menunjukkan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari setiap unit uang ( misal, setiap rupiah) yang diinvestasikan, (2) dimensi waktu yang menunjukkan berapa lama aliran keuntungan ini berlangsung. Besarnya keuntungan bisa dinyatakan dalam “keuntungan kotor” dalam persentase per-tahun ( atau satuan waktu lainnya). Keuntungan kotor adalah keuntungan bersih plus bunga. Misalnya, keuntungan yang diharapkan 50%, berarti setiap rupiah dana yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan 0,5 rupiah per-tahun. Dimensi waktu Nuhfil Hanani 20 menunjukkan berapa lama aliran keuntungan 50% tersebut berlangsung, atau berapa lama umur ekonomis dari barang investasi tersebut (misal, 10 tahun). Dalam teori makro Keynes keputusan investasi tersebut tergantung pada perbandingan antara harapan keuntungan dan tingkat bunga. Seandainya tingkat bunga yang berlaku di pasar adalah 24% per-tahun, sedangkan harapan keuntungan dari investasi adalah 50%, maka investasi tersebut layak dilakukan karena bisa memperoleh keuntungan bersih 50% - 24% = 26% per-tahun selama umur ekonomis investasinya. Tingkat keuntungan yang diharapkan tersebut dikenal dengan istilah Marginal Efficiency of Capital (MEC). Hubungan antara MEC dan tingkat bunga (r) secara ringkas dapat dinyatakan : Bila MEC > r : investasi dapat dilakukan
Bila MEC < r : investasi tidak dilakukan Bila MEC = r : investasi boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan Untuk analisis pengaruh MEC dan r terhadap besarnya I, biasanya diringkas dalam bentuk suatu fungsi, yang disebut fungsi investasi, secara matematis dinyatakan sebagai : I = f(r) Cara menurunkan fungsi investasi ini adalah sebagai berikut : Misalnya, terdapat 5 jenis proyek investasi dengan masing-masing MEC sebagai berikut : Proyek Nilai Investasi (Rp. Juta) MEC (%) A B C D E 100 200 50 150 75 50 40 35 20 15 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jika tingat bunga = 48% per-tahun maka proyek yang menguntungkan adalah A dengan jumlah investasi Rp.100 juta. Jika tingkat binga = 36%, maka proyek yang menguntungkan adalah proyek A dan B dengan jumlah investasi Rp. 300 juta. Selanjutnya dengan cara yang sama dapat dihitung untuk tingkat bunga 24% dan 12% per-tahun. Hasil perhitungan seperti ini dapat ditabulasikan menjadi sebagai berikut: Tingkat bunga (%/bulan) Nilai Investasi (Rp.juta) 5 0 4 100 3 300 2 350 1 575 Nuhfil Hanani 21 Tabel ini bisa digambarkan dalam bentuk kurva yang menghubungkan antara tingkat bunga yang berlaku dengan pengeluaran investasi oleh para investor. Kurva ini (lihat Gb. 3.14) dinamakan kurva fungsi investasi (atau fungsi MEC). Kurva ini terlihat patah-patah karena jumlah proyek investasinya hanya terbatas, dalam hal ini hanya lima macam. Jika jumlah proyek investasinya banyak sekali maka kurvanya akan berupa kurva yang “halus”. Tingkat bunga (%/bulan) Tingkat bunga (%/ bulan) r (%) 4 3 2 1 100 300 350 575 I (Rp.juta) 0 I Gb. 3.14a. Kurve Patah Gb. 314b. Kurve Halus Faktor Yang Menentukan Pengeluaran Pemerintah (G). Pengeluaran pemerintah (G) adalah semua pembelian barang-barang dan jasa-jasa oleh pemerintah. Yang dimaksud barang dan jasa dalam hal ini adalah barang dan jasa produksi tahun yang bersangkutan. Barang-barang dan jasa-jasa produksi tahun lalu yang dibeli tahun ini bukan merupakan bagian dari G tahun ini. Misalnya, pemerintah pada tahun ini ( 2001) membeli mobil buatan tahun 2000, maka pengeluaran pemerintah ini tidak Nuhfil Hanani 22 termasuk G tahun 2001, walaupun anggaran untuk membeli mobil tersebut tercatat dalam APBN tahun 2001. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud barang dan jasa di sini adalah barang dan jasa hasil proses produksi. Pembelian tanah, pembayaran gaji pegawai , dan sebagainya tidak termasuk pengeluaran pemerintah (G), karena tanah dan gaji bukan hasil proses produksi. Tanah dan gaji adalah faktor produksi. Jadi, pengeluaran pemerintah ini dilakukan di pasar faktor produksi, bukan di pasar output (barang). Sedangkan G adalah hanya pengeluaran pemerintah di pasar barang. Oleh karena itu tidak seluruh pos pengeluaran dalam APBN adalah G. Kita harus meneliti pos-posnya. Hanya pos-pos pengeluaran yang menyangkut pembelian barang/jasa hasil produksi tahun yang bersangkutan yang dapat dimasukkan ke dalam unsur G. Faktor-faktor apakah yang menentukan besarnya G dalam periode tertentu? Karena G merupakan bagian dari APBN maka dapat dikatakan bahwa yang menentukan G adalah juga faktor-faktor yang menentukan APBN. APBN kita dalam praktek ditentukan berdasarkan pertimbangan yang komplek, terutama didasarkan atas pertimbangan sosial-ekonomi-politik. Dalam teori ekonomi makro kita katakan bahwa G merupakan variabel eksogen 1. Konsep Pelipat Atau Multiplier Diatas telah dibahas faktor-faktor yang menentukan permintaan agregat (Y), yang dalam ekonomi tertutup sama dengan pengeluaran agregat. Pertanyaan selanjutnya adalah berapa besar perubahan Y apabila salah satu unsurnya ( apakah C, I, atau G) berubah? Misalnya, jika investor meningkatkan investasinya sebesar ∆I, apa yang terjadi pada permintaan agregat/pengeluaran agregat (Z) ? Apakah Z akan bertambah sebanyak ∆I ?. Menurut Keynes, jawabannya tidak. Sebabnya adalah bahwa pengeluaran masyarakat sebesar ∆I akan mempunyai akibat berantai (multiplier effect). Proses multiplier effect tersebut adalah sebagai berikut. Pada putaran pertama, investor membelanjakan ∆I di pasar barang akan meningkatkan Y sebesar ∆I. Uang senilai ∆I tersebut diterima oleh penjual barang/jasa yang dibeli investor, sehingga menambah pendapatannya sebesar ∆Y. Pada putaran kedua, tambahan pendapatan tersebut akan meningkatkan pengeluaran konsumsi sebesar c∆Y yang sama dengan c∆I. Jumlah ini akan dibelanjakan di pasar barang sehingga menambah lagi Z sebesar c∆I. Jadi pada akhir putaran 1) Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya tidak ditentukan oleh model ( ditentukan oleh faktor di luar model). Nuhfil Hanani 23 kedua, Z akan bertambah sebesar ∆I + c∆I. Tambahan pengeluaran konsumsi pada tahap putaran kedua ini akan diterima oleh para penjual barang/jasa sehingga menambah pendapatannya sebesar ∆Y yang sama dengan c∆I. Pada putaran ketiga, tambahan pendapatan tersebut akan dibelanjakan untuk barang/jasa konsumsi sebanyak c(c∆I) = c2∆I. Proses ini akan berlangsung terus-menerus. Secara matematis proses multiplier effect tersebut dapat ditulis sebagai berikut. ∆Z = ∆I + c∆I + c2∆I + c3∆I +………… ( 1+c+c2+c3+ …..) ∆I 1 1 Karena 0< c <1, maka 1+c+c2+c3+ ….. = ------- , sehingga ∆Z = ------ ∆I. 1 – c 1 - c Karena 1/(1-c) >1, maka tambahan investasi sebesar ∆I akan mengakibatkan tambahan Z
(=∆Z) lebih besar dari ∆I. Angka 1/(1-c) diatas disebut pelipat pendapatan (income
multiplier) atau pelipat pengeluaran (expenditure multiplier) atau dapat pula dikatakan
sebagai pelipat permintaan agregat ( aggregate demand multiplier).
Sekarang bagaimana pengaruh ∆G terhadap Z? Jawabannya sama dengan pengaruh
∆I yang telah dijelaskan diatas. Jadi ∆Z = 1/(1-c) ∆G. Sebagai contoh, jika c = 0,6 maka
kenaikan pengeluaran pemerintah (∆G) sebesar Rp.5 juta,- akan meningkatkan permintaan
agregat (∆Z) sebesar 1/(1-0,6) Rp.5 juta = Rp. 20 juta,-. Proses pelipatan tersebut dapat
digambarkan secara grafis sebagai berikut (Gb. 3.5.):
Z
D B
Z1 (C+I+G) + ∆ I
C E
(C+I+G)
Z0 A
C
450
0 Y0 Y1 Y
Gb. 3.15 Proses Pelipatan
Nuhfil Hanani 24
Mula-mula perekonomian pada posisi A, dengan permintaan agregat 0Z0 dan pendapatan
agregat 0Y0. Kemudian ada kenaikan I sebesar ∆ I. Pada putaran pertama, Z akan
meningkat sebesar AC. Jumlah ini akan diterima oleh penjual barang yang dibeli investor
sebagai pendapatan tambahan sebesar CE ( =AC karena ACE adalah sama kaki). Pada
putaran kedua, pendapatan tambahan tersebut dibelanjakan oleh penerima pendapatan pada
putaran pertama untuk membeli barang-barang konsumsi. Jumlah yang dibelanjakan adalah
mpc (c) kali CE, yang besarnya sama dengan ED. Dan ED ini menambah Z. Demikian
seterusnya proses tersebut berjalan dan berhenti bila telah sampai pada titik B. Akhirnya Z
akan naik dari Z0 ke Z1 dan Y dari Y0 ke Y1.
3.3.3. Keseimbangan di Pasar Barang
Pada sisi permintaan, telah dibahas, bahwa permintaan agregat = pengeluaran agregat
= pendapatan agregat. Kondisi ini dikatakan sebagai posisi keseimbangan pada sisi
permintaan ( keseimbangan parsial). Keseimbangan ini belum berarti tercapai keseimbangan
di pasar barang. Keseimbangan di pasar barang tercapai jika permintaan agregat sama dengan
penawaran agregat. Keseimbangan ini merupakan keseimbangan yang sesungguhnya dari
suatu perekonomian. Secara grafis, keseimbangan ini dapat digambarkan sebagai berikut
(Gb. 3.16.).
P
Gb. 3.16. Keseimbangan Pada Pasar Barang
S
P1 F
P0
E
Z1
Z0
0 Q0 Q1 Q
Nuhfil Hanani 25
Sebelum ada investasi keseimbangan ada pada titik E, dimana permintaan agregat =Z0,
penawaran agregat = Q0, dan harga umum = P0. Setelah ada investasi sebesar ∆ I, permintaan
agregat menjadi Z1, penawaran agregat menjadi Q1, harga naik menjadi P1 dan keseimbangan
menjadi titik F. Pada keseimbangan ini tidak ada kecenderungan bagi Z, P, maupun Q untuk
berubah. Dari proses keseimbangan ini kita sekarang dapat menjawab pertanyaan
bagaimana pengaruh perubahan permintaan agregat terhadap besarnya output agregat dan
perubahan harga.
3.4. Pasar Uang
Uang dapat didefinisikan sebagai suatu yang berfungsi :
a) Medium pertukaran untuk barang-barang, jasa-jasa, aset-aset, dan pembayaran kembali
utang ( medium of exnge for goods, services, assets, and repayment of debts)
a) Penyimpan kekayaan ( store of wealth)
b) Pengukur nilai (unit of account)
c) Standar pembayaran masa depan (standard for deffered payments) (Glahe,1977 : 133).
Di pasar uang, penawaran uang bertemu dengan permintaan uang dan menentukan
harga uang, yaitu tingkat bunga. Penawaran uang dianggap ditentukan oleh pemerintah,
sehingga identik dengan jumlah uang yang beredar. Permintaan uang, ditentukan oleh motif
penggunaan uang. Menurut Keynes, terdapat tiga motif seseorang memegang uang :
a) Motif transakasi
b) Motif berjaga-jaga
c) Motif spekulasi.
Keynes menerima pendapat Klasik bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan
melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan permintaan uang dari masyarakat untuk
tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional. Namun, Keynes berpendapat
bahwa selain untuk transaksi, orang memegang uang juga untuk pembayaran-pembayaran
yang tidak terencana, misalnya pembayaran pengobatan karena sakit, sumbangan sosial,
bepergian mendadak, dan sebagainya. Motif ini disebut motif berjaga-jaga (precautionary
motive). Permintaan uang untuk jaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor sama dengan faktor
yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi. Jadi, permintaan uang untuk transaksi
dan berjaga-jaga (MD.tj) = f (kY).
Pendapat Keynes yang berbeda dengan Klasik adalah adanya motif permintaan uang
untuk tujuan spekulasi. Motif pemegangan uang ini terutama bertujuan untuk memperoleh
Nuhfil Hanani 26
keuntungan jika seandainya si pemegang uang dapat memperkirakan keadaan yang akan
terjadi dengan benar. Teori Keynes membatasi bahwa pemilik kekayaan (asset holder) dapat
memilih apakah memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond).
Memegang uang dianggap tidak memperoleh penghasilan, sedangkan memegang obligasi
dianggap memperoleh penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Model
Keynes membahas khusus obligasi yang menghasilkan uang tertentu setiap periode selama
waktu yang tak terbatas (perpetuity). Harga Obligasi berbanding terbalik dengan tingkat
bunga. Hubungan harga obligasi dengan tingkat bunga dapat ditulis sebagai berikut:
K = rP atau P = K/r
Di mana K = hasil yang diperoleh per periode; P = harga pasar obligasi ; r =tingkat bunga.
Dengan demikian, seseorang akan memutuskan untuk membeli atau menjual obligasi sangat
ditentukan oleh ramalan atau harapan berapa tingkat bunga yang berlaku di masa mendatang.
Jika tingkat bunga di waktu mendatang diperkirakan naik, maka seseorang akan menjual
obligasinya dan memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai untuk menghindari
kerugian kapital (capital loss) yang mingkin terjadi. Sebaliknya jika di masa mendatang
tingkat bunga diperkirakan turun maka seseorang akan membeli obligasi, dengan harapan
memperoleh keuntungan kapital (capital gain). Dalam hal ini Keynes berpendapat bahwa
seseorang akan mempunyai anggapan adanya “tingkat bunga normal” pada suatu waktu.
Nuhfil Hanani 27
Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan uang agregat dari teori Keynes dapat ditulis
sebagai : MD = [ kQ + ∅ ( r )] P atau MD/P = kQ + ∅ ( r ) , dimana MD/P = permintaan
uang riel; kQ = permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga;
∅ ( r ) = permintaan uang untuk spekulasi. Fungsi permintaan uang ini disebut juga sebagai
fungsi Liquidity Preference . Secara grafis penentuan tingkat bunga di pasar uang
digambarkan oleh perpotongan kurva Liquidity Preference dengan kurve penawaran uang (
Gb. 3.17.).
r
MS MS! Gb. 3.17.
r0
r1
MD (Q,r)
0 M
Bila uang yang beredar ditambah (dari MS ke Ms’ ), tingkat bunga cenderung turun ( dari r0
ke r1 ).
3.5. Perbandingan Antara Teori Ekonomi Klasik dan Keynesian
Dari uraian diatas, dapat diringkas bagaimana perbandingan antara teori ekonomi
makro Klasik dan Keynesian, sebagai berikut:
Teori Klasik
1. Pada Pasar Barang
♦ Tidak mungkin ada kelebihan/
kekurangan produksi.
♦ Produksi total masyarakat =
kebutuhan total masyarakat ( full
employment level of activity)
♦ Landasan berfikirnya :
a). Hukum Say : supply creates its
own demand.
b). Harga umum fleksibel
Teori Keynesian
1. Pada Pasar Barang
♦ Dapat terjadi kelebihan/kekurangan
produksi
♦ Tidak selalu mencapai “full
employment”
♦ Tidak menerima hukum Say.
♦ Setiap proses produksi mempunyai
dua akibat:
a). Menghasilkan output
b). Memberikan penghasilan kepa-
da pemilik faktor produksi yang
besarnya sama dengan nilai output.
♦ Semua penghasilannya dibelanja-
kan di pasar barang.
♦ Tadak perlu canpur tangan
pemerintah.
2. Di pasar Uang
♦ Menganut prinsip teori Kuantitas
Uang : Uang hanya untuk
transaksi.
♦ Penawaran uang ditentukan oleh
Pemerintah.
♦ Keseimbangan dalam pasar uang:
MS = MD = k PQ
3. Di Pasar Tenaga Kerja
♦ Tingkat upah fleksibel
♦ Selalu full employment
♦ Tidak perlu campur tangan
pemerintah dalam mengatasi
pengangguran.
Konsep Penting dalam bab Ini
Keynesianisme
Permintaan agregat
Pengeluaran agregat
Propensity to Consume
Propensity to Save
Marginal Effeciency of capital
Proses multiplier
Penawaran agregat
Nuhfil Hanani 28
♦ Sama dengan pendapat Klasik.
♦ Tidak semua penghasilan dibelan-
jakan, ada sebagian yang ditabung.
♦ Perlu campur tangan pemerintah.
2. Di Pasar Uang
♦ Terdapat tiga motif memegang
uang: (1) untuk transaksi, (2).
jaga-jaga, dan (3) spekulasi.
♦ Penawaran uang ditentukan oleh
pemerintah.
♦ Keseimbangannya :
MS = MD = [kQ +∅ r] P
3. Di Pasar Tenaga Kerja
♦ Tingkat upah rigit/tegar
♦ Tidak selalu full employment
♦ Perlu campur tangan pemerintah
dalam mengatasi pengangguran
Keseimbangan Pasar Barang dan Pasar Uang
Tingkat upah rigit
Fungsi Investasi
Fungsi Konsumsi
SUMBER: Nuhfil Hanani 1
3.1. Dasar Filsafat Teori Keynes
Nuhfil Hanani 1
Pada mulanya, selama lebih dari 100 tahun setelah revolusi industri yang dimulai di
Inggris, negara-negara barat mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Keberhasilan ini
merupakan keberhasilan penerapan teori klasik yang mengandalkan sistem laissez-faire.
Namun, pada tahun 1930-an, negara-negara tersebut mengalami depresi dan
pengangguran yang hebat dan berkepanjangan. Dalam keadaan demikian kaum Klasik dan
Neo-Klasik tidak berdaya untuk memberi pemecahan permasalahan yang dihadapai dalam
perekonomian masyarakat Kaum sosialis di negara tersebut mengatakan bahwa penyebab
depresi itu adalah kesalahan pada sistem perekonomian itu sendiri, yaitu sistem laissez faire
atau liberalisme atau kapitalisme . Kaum sosialis berpandangan, selama suatu negara
mempercayakan pengelolaan perekonomian pada para produsen swasta yang per definisi
hanya bertujuan mengejar keuntungan sebesar-besarnya untuk mereka pribadi, maka depresi,
pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit perekonomian yang menghantui
dari waktu ke waktu. Oleh karenanya kaum sosialis mengusulkan perombakan sistem
perekonomian menjadi sistem sosialis, yaitu sistem di mana faktor-faktor produksi tidak bisa
dimiliki oleh pengusaha swasta, tetapi hanya dimiliki oleh masyarakat (negara). Semua
kegiatan produksi dikuasai negara, yang secara teoritis, akan mengutamakan kepentingan
masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan tidak lagi
sebagai motif utama seperti pada sistem kapitalis.
“Obat” semacam itu ternyata dianggap terlalu radikal, sehingga orang-orang di
negara-negara Barat yang telah lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak dapat
menerima begitu saja. Mengubah sistem seperti itu berarti mengubah kebiasaan dan cara
hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Mereka menghendaki obat yang tidak
terlalu pahit yang dapat menolong memecahlan masalah perekonomian mereka. Dalam
situasi demikian John Maynard Keynes (1883-1946) muncul menawarkan suatu pemecahan
yang merupakan “jalan tengah”. Keynes menawarkan untuk meninggalkan pemikiran kaum
Klasik murni. Keynes berpendapat, untuk mengatasi masalah krisis ekonomi tersebut,
Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan secara aktif dalam mengendalikan
perekonomian nasional. Kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih dapat
dipercayakan kepada swasta, tetapi Pemerintah wajib melakukan kebijakan-kebijakan untuk
mempengaruhi perekonomian. Misalnya, dalam masa depresi Pemerintah harus bersedia
melakukan kegiatan-kegiatan yang langsung dapat menyerap tenaga kerja yang tidak dapat
Nuhfil Hanani 2
bekerja pada swasta, walaupun hal ini dapat menyebabkan defisit dalam anggaran belanja
negara. Dalam hal ini Keynes tidak percaya pada sistem liberalisme yang mengoreksi diri
sendiri, untuk kembali pada posisi full employment secara otomatis. Full employment hanya
bisa dicapai dengan tindakan-tindakan tertencana, bukan datang dengan sendirinya. Inilah inti
dari ideologi “keynesianisme”. Pemikiran-pemikiran Keynes tersebut dituangkan dalam
bukunya yang berjudul “The General Theory of Employment, Interest, and Money
(1936)”.
3.2. Pasar Tenaga Kerja
Dalam bagian ini dibahas tentang bagaimana proses menurunkan kurva permintaan
dan penawaran tenaga kerja. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1. Permintaan Tenaga kerja
Dalam analisis permintaan tenaga kerja diasumsikan bahwa pembeli tenaga kerja
adalah perusahaan dan penjual tenaga kerja adalah rumah-tangga. Oleh karena itu kurva
permintaan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi perusahaan tersebut. Untuk analisis
ini pembahasan fungsi produksi didasarkan pada asumsi, (1) perusahaan-perusahaan
menghasilkan satu macam komoditas, (2) perusahaan-perusahaan bersifat homogen (
manajemen dan teknologi sama), dan (3) perusahaan-perusahaan dalam pasar bersaing
sempurna. Secara grafis, fingsi produksi perusahaan dapat ditunjukkan dalam Gb. 3.1
berikut. Sumbu vertikal menunjukkan jumlah kapital dan sumbu horizontal menunjukkan
jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk proses produksi dalam perusahaan. Kurva Q
adalah kurva iso-quant , yaitu tingkat produksi yang sama yang dihasilkan oleh berbagai
kombinasi kapital dan tenaga kerja.
K
∆ Q = ∆ N x MPPL
∆ Q = ∆ K x MPPK
Nuhfil Hanani 3
Dari 1) dan 2) diperoleh :
K1 R3
∆ N x MPPL = ∆ K x MPPK …. 3)
∆ N MPPL
R2 ------ = ---------- ……………... 4)
K2 R1
Q2
∆ K MPPK
MPPL
Q1 - -------- = slope isoquant ( -)
MPPK
0 N1 N2
N
Gb. 3.1 Fungsi Produksi Perusahaan
Anggap bahwa produk (Q) hanya dipengaruhi oleh tenaga kerja (N) dan kapital (K) dianggap
tetap. Secara matematis di tulis, Q = f (K / N). Secara grafis dapat digambarkan seperti pada
Gb. 3.2.
K
MPPL
- -------- = slope isoquat
MPPK
K K
Q3 Pada KK, slope isoquant Q1> Q2 > Q3
Q2
Q1
0 N1 N2 N3 N
Gb. 3.2. Grafik Q = F (K/N)
Gb. 3.2 menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang dikombinasikan dengan
kapital yang tetap untuk meningkatkan produksi, dalam hal ini dari Q1 ke Q3. Ini berarti
bahwa jika tenaga kerja semakin banyak digunakan maka setiap pekerja akan disertai dengan
kapital yang semakin sedikit. Jadi, tambahan output yang diperoleh dari tambahan “satu
Nuhfil Hanani 4
tenaga kerja lagi” menurun sejalan dengan tambahan tenaga kerjanya. Dengan kata lain
dapat dinyatakan bahwa marginal physical product (MPPL) menurun sejalan dengan
penambahan tenaga kerja. Apabila MPPL ini diplot sebagai fungsi dari tingkat tenaga kerja,
akan diperoleh kurva ber-slope negatif (downward-sloping) seperti ditunjukkan pada GB. 3.3.
MPPL MPPL= W/P
MPPL.1 (W/P)1
MPPL.2 (W/P)2
MPPL.3 (W/P)3
’
Nd
Nd
0 N1 N2 N3 N 0 N1 N2 N3 N
Gb. 3.3 Hubungan MPPL dan N dengan K tetap. Gb. 3.4 Kurva Permintaan N
Nd = Nd (W/P, K 1) ;
Nd’ = Nd (W/P, K 2)
Dari Gb.3.3 terlihat, jika dipekerjakan N1 maka produk phisik marjinal dari tenaga kerja
adalah MPPL.1. Jika dipekerjakan N2 maka produk phisik marjinalnya turun menjadi MPPL.2.
Dari berbagai alternatif output yang dapat diproduksi, mana yang harus dipilih agar
diperoleh keuntungan maksimum? Telah diketahui bahwa keuntungan maksimum diperoleh
ketika tingkat output diproduksi pada saat marginal cost (MC) = marginal revenue (MR).
Dalam pasar persaingan sempurna MR = P (harga). Jadi dalam perusahaan persaingan
sempurna , keuntungan maksimum diperoleh ketika memproduksi output di mana MC = P.
Per-definisi, MC adalah besarnya tambahan biaya yang diperlukan untuk menambah output
satu unit.
Dalam hal ini, perusahaan hanya menggunakan satu faktor variabel, yaitu tenaga
kerja. Dengan demikian jika ada tambahan satu unit tenaga kerja, maka biaya akan naik
sebesar harga per unit jasa tenaga kerja tersebut – yang dinamakan tingkat upah nominal, W.
Output akan naik sebesar MPPL. Hal ini berarti bahwa, jika ditambahkan satu tenaga kerja
lagi maka biaya akan naik sebesar W dan output naik sebesar MPPL. Jadi, MC = W/MPPL.
Sekarang kita dapat menulis kembali syarat maksimisasi keuntungan sebagai berikut :
W/MPPL = P atau W/P = MPPL.
Nuhfil Hanani 5
W/P dikenal sebagai tingkat upah riel, dengan satuan “komodities per man per time
period”. Satuan ini berasal dari :
$/man
W time
------ = ------------------- = commodity/man/time period.
P $ / commodity
Satuan ini menunjukkan daya beli komoditi dari upah dalam bentuk uang ( commodity-
puschasing power of the money wage).
Berdasarkan persamaan syarat maksimisasi diatas, Gb. 3.3 dapat diubah ke dalam
Gb.3.4. Gb. 3.4 menunjukkan hubungan antara harga tenaga kerja dengan jumlah tenaga
kerja yang diminta. Oleh karena itu kurva yang menunjukkan hubungan tersebut disebut
kurva permintaan tenaga kerja. Kurva tersebut ternyata terletak sepanjang kurva MPPL.
Perusahaan yang beroperasi berdasarkan kurva ini berarti memenuhi syarat maksimisasi
profit. Kurva garis putus menunjukkan kombinasi N dan K dengan K yang lebih banyak.
3.2.2. Penawaran Tenaga Kerja
Dalam analisis penawaran tenaga kerja, diasumsikan rumah tangga sebagai unit
fungsional ekonomi, harus membuat keputusan tentang :
1. Waktu kerja (work) dan waktu senggang (leisure) : rumah tangga harus memutuskan
berapa banyak waktu yang akan digunakan untuk bekerja dan berapa banyak waktu yang
akan digunakan untuk beristirahat/senang-senang.
2. Konsumsi dan tabungan : rumah tangga harus memutuskan berapa banyak pendapatannya
yang akan digunakan untuk konsumsi dan berapa yang akan ditabung.
3. Portfolio balance : dari uang yang ditabung berapa banyak yang berupa obligasi dan
berapa banyak yang berupa tabungan tunai.
4. Pola konsumsi : berapa banyak tiap komoditi dikonsumsi
Dalam bagian ini akan dikonsentrasikan pada bahasan keputusan rumah tangga
tentang work/leisure. Setiap individu diasumsikan memperoleh utiliti dari pendapatan dan
waktu senggang. Fungsi utiliti individual tersebut dapat ditunjukkan dalam Gb3.5 berikut.
Nuhfil Hanani 6
Komoditi per periode waktu
Y
Y1 R1
U2
R2
Y2 U1
U0
0 L1 L2 L ( jam per periode waktu)
Gb. 3.5 Fungsi Utiliti Individual
Nuhfil Hanani 7
Dalam upaya memaksimumkan utiliti seseorang dibatasi dua hal, (1) W (tingkat
upah) dan (2) jumlah tenaga-kerja yang tertentu. Proses maksimisasi utiliti tersebut dapat
ditunjukkan dalam Gb. 3.6 berikut. Pada titik T, seseorang memperoleh utiliti maksimum,
dengan pendapatan Y1 ( hasil kerja sebanyak ML1) dan waktu istirahat L1.
Y M = waktu (jam) dalam satu minggu = 168 jam
Y = pendapatan
Y’ L = waktu senggang
Slope Y’M = tg = W/P (upah riel)
T OL1 = waktu senggang
Y1 ML1 = waktu kerja
U1
0 L1 M L
Gb. 3.6. Maksimisasi utiliti
Nuhfil Hanani 8
Pada titik-titik disebelah kiri atau kanan T, seseorang memperoleh utiliti yang lebih rendah.
Pada Gb.3.6 ini, upah riel (W/P) dianggap tetap. Bagaimana sekarang jika tingkat upah
riel berubah? Apa yang terjadi pada penawaran tenaga kerja? Hal ini dapat diilustrasikan
pada Gb. 3.7 berikut.
Y
Y’’’
T
Y’’
T3
U3
Y’ T2
U2
T1 U1
ML = tenaga kerja yang ditawarkan
0 L3 L2 L1 M L
Gb. 3.7 Hubungan waktu kerja dengan upah riel yang berbeda.
Kurva M T1 T2 T3 = menunjukkan utiliti maksimum dengan tingkat upah riel yang berbeda.
Kurva tersebut merupakan kurva penawaran tenaga kerja yang berupa fungsi “upah riel” yang
meningkat secara monotonik. Untuk memudahkan membaca Gb. 3.7, gambar tersebut dapat
dirubah menjadi Gb. 3.8 berikut.
W/P
(W/P)3 NS = NS (W/P)
(W/P)2
(W/P)1
M L1 L2 L3 L
Gb. 3.8 Kurva Penawaran Tenaga Kerja.
Nuhfil Hanani 9
Kurva penawaran tenaga kerja dapat berbentuk “backward –bending” tergantung pada W/P
yang telah dicapai ( lihat Gb. 3.9).
NS = NS (W/P)
(W/P)3
(W/P)2
(W/P)1
0
M L1 L2 L3 L
Gb.3.9 Kurva Penawaran Tenaga Kerja “backward-bending”
Gb. 3.9 menunjukkan bahwa pada upah riel (W/P)2 pekerja siap bekerja dengan waktu
ML3, tetapi ketika upah riel dinaikkan menjadi (W/P)3 pekerja justru mengurangi waktu
kerjanya menjadi ML2. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja memperhitungkan waktu
senggang (leisure) untuk kegiatan-kegiatan seperti istirahat, rekreasi, dan sebagainya.
3.2.3. Keseimbangan Pasar tenaga Kerja
Nuhfil Hanani 10
Secara grafis kondisi keseimbangan pasar tenaga kerja dapat digambarkan dalam Gb.
3.10 berikut:
(W/P)
NS = NS (W/P)
Excess Supply
(W/P)1
Gb. 3.10 Kondisi Keseimbangan
Pasar Tenaga Kerja
(W/P)*
(W/P)2
Excess demand ND = ND (W/P, K)
0 ND=NS= N
♦ Pada upah riel, (W/P)1, banyak orang mencari pekerjaan pada tingkat upah tersebut tetapi
tidak menemukan, sehingga terjadi kelebihan penawaran. Akhirnya pekerja mau bekerja
dengan tingkat upah yang lebih rendah dan kembali ke tingkat upah keseimbangan,
(W/P)*.
♦ Pada upah riel, (W/P)2, perusahaan mencari pekerja tetapi tidak menemukan sehingga
terjadi kelebihan permintaan. Akhirnya perusahaan bersedia membayar upah yang lebih
tinggi dan kembali ke (W/P)*.
♦ Pada tingkat upah riel, (W/P)* , dicapai keseimbangan pasar tenaga kerja.
Dalam mazhab Klasik, semua harga (termasuk harga tenaga kerja, yaitu upah)
bergerak fleksibel ke atas maupun ke bawah dan semua pelaku ekonomi bereaksi secara cepat
dan rasional terhadap perubahan harga tersebut. Dalam hal ini Kaum Keynes berpendapat
bahwa anggapan-anggapan dasar Kaum Klasik tersebut tidak selalu cocok dengan dunia
nyata. Proses menuju keseimbangan baru, menurut Keynes, kadang-kadang memakan waktu
yang cukup lama, tergantung pada berapa besar hambatan-hambatan yang merintangi proses
tersebut. Hambatan-hambatan tersebut termasuk : (a) ketegaran dan fleksibilitas yang tidak
sempurna dari harga-harga dan upah, meskipun terjadi pengangguran yang besar, dan (b)
kelambatan reaksi para pelaku ekonomi (produsen, konsumen, buruh) terhadap kondisi
ekonomi yang baru karena , misalnya, tidak diperolehnya informasi yang cukup mengenai
kondisi ekonomi yang baru tersebut. Jadi menurut Keynes, walaupun terjadi keadaan depresi
dan pengangguran yang besar, tingkat upah bersifat tegar (tidak mudah turun), sehingga
proses menuju keseimbangan dapat berlangsung lama, bahkan bisa terjadi unequilibrium
Nuhfil Hanani 11
(ketidakseimbangan). Artinya, bisa terjadi excess supply atau excess demand dalam pasar
tenaga kerja.
3.3. Pasar Barang
Kemungkinan Kelebihan Produksi. Keynes menolak hukum Say. Menurut Keynes
kelebihan produksi secara umum bisa terjadi. Kelebihan produksi terjadi karena permintaan
masyarakat terhadap barang-barang dan jasa tidak cukup kuat. Permintaan yang ada tidak
cukup untuk menyerap barang dan jasa yang dirawarkan. Bagaimana keadaan ini bisa
terjadi? Keynes, dalam hal ini masih menerima pendapat Say, bahwa setiap proses
produksi berakibat ganda , yaitu : (1) menghasilkan output dan (2) menghasilkan
penghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut. Dengan demikian jika semua
penghasilan tersebut dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi maka
tidak akan ada kelebihan produksi. Namun, pada kenyataannya, penghasilan masyarakat
tidak seluruhnya dibelanjakan di pasar barang, melainkan sebahagian di tabung. Jumlah yang
ditabung ini bukan merupakan permintaan efektif di pasar barang.
Untuk dapat lebih jelas menerangkan pendapat Keynes kita anggap hanya ada dua
sektor : yaitu rumah-tangga dan perusahaan. Bagian penghasilan yang tidak dibelanjakan (
di tabung di Bank) oleh sektor rumah-tangga di pasar barang tidak merupakan permintaan
efektif. Hanya jika penghasilan yang ditabung tersebut dipinjamkan kepada perusahaan
untuk “investasi” oleh Bank , maka penghasilan tersebut akan menjadi permintaan efektif di
pasar barang. Jadi jelas bahwa tidak ada jaminan bahwa seluruh penghasilan masyarakat
yang ditabung dapat diterjemahkan sebagai permintaan efektif di pasar barang. Hal ini
tergantung pada perusahaan, mau atau tidak, meminjam uang di Bank untuk investasi. Jika
perusahaan hanya meminjam uang separoh dari jumlah tabungan yang ada maka berarti
hanya sebesar separoh dari jumlah tabungan tersebut yang dapat menjadi permintaan efektif
di pasar barang. Dengan demikian permintaan efektif di pasar barang lebih kecil dari nilai
seluruh output yang ditawarkan di pasar barang. Dengan kata lain akan terjadi kelebihan
produksi.
Apa akibatnya bila terjadi kelebihan produksi? Pertama, perusahaan akan
mengurangi produksinya pada periode berikutnya, berarti GDP periode berikutnya akan
menurun. Kedua, ini bisa terjadi bersamaan dengan kejadian pertama, yaitu harga-harga
barang dan jasa turun. Ini sesuai dengan hukum permintaan-penawaran, dimana jika
permintaan lebih kecil dari penawaran maka harga akan cenderung turun. Seberapa besar
Nuhfil Hanani 12
pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP dan harga, tergantung pada
fleksibilitas harga untuk turun. Jika harga cukup fleksibel untuk turun maka pengaruh
kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP dan harga adalah kecil. Sebaliknya jika
harga cukup tegar (tidak fleksibel) untuk turun maka pengaruhnya juga cukup besar.
Kemungkinan Kekurangan Produksi. Menurut kaum Keynesian, kekurangan
produksi juga mungkin terjadi. Apabila perusahaan melakukan investasi lebih besar dari
jumlah tabungan masyarakat di Bank maka permintaan efektif di pasar barang akan lebih
besar dari jumlah barang / jasa yang ditawarkan. Perlu diingat disini bahwa besar kecilnya
permintaan efektif di pasar barang tergantung pada keputusan rumah-tangga untuk
konsumsi dan keputusan perusahaan untuk investasi. Menurut Keynes, umumnya keputusan
rumah-tangga untuk konsumsi cukup stabil. Jumlah konsumsi biasanya berubah ( naik) jika
pendapatan rumah-tangga naik. Sedangkan keputusan perusahaan untuk investasi biasanya
sukar diterka. Oleh karenanya, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan
gejolak GDP dan kesempatan kerja.
Apabila pengeluaran investasi oleh perusahaan lebih besar dari dana yang ditabung
oleh rumah-tangga di Bank maka berarti permintaan efektif di pasar barang lebih besar dari
tingkat output masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya GDP dan harga pada
periode berikutnya. Pengaruh kekurangan produksi terhadap kenaikan GDP dan harga sangat
tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum terpakai di masyarakat. Jika
kapasitas produksi masih tersedia maka kurangnya produksi di pasar barang akan
meningkatkan GDP tanpa meningkatkan harga. Namun, jika kapasitas produksi telah penuh
maka kurangnya produksi tersebut tidak akan meningkatkan GDP, melainkan hanya akan
meningkatkan harga atau inflasi.
Berikut ini akan kita bahas lebih mendalam tentang pasar barang tersebut. Faktor-
faktor apa yang menentukan penawaran dan permintaan agregat serta keseimbangan di pasar
barang akan dibahas satu per satu.
3.3.1. Penawaran Barang
Model penawaran barang lebih sederhana dibandingkan dengan model permintaan.
Oleh karenanya model penawaran kita bahas lebih dulu. Seperti telah didiskusikan dalam
bab terdahulu bahwa penawaran komoditi datang dari perusahaan. Dari Gb. 3.2 terlihat
bahwa output, Q, ditentukan oleh jumlah tenaga kerja, N, yang dikombinasikan dengan
Nuhfil Hanani 13
kapital yang tetap, K. Jumlah N yang diminta perusahaan ditentukan oleh tingkat upah riel,
W/P. Bagaimana hubungan antara output agregat dan jumlah tenaga kerja agregat dapat
ditunjukkan dalam Gb. 3.11 berikut. Pemberian simbol Y untuk output karena secara umum
pendapatan riel diberi simbol Y ( superskrip S menunjukkan penawaran), sedangkan secara
agregat pendapatan riel masyarakat sama dengan nilai output yang diproduksi masyarakat.
Dengan demikian, output, penawaran barang, dan pendapatan riel merupakan istilah yang
sama. Hubungan N dan YS atau fungsi produksi tersebut berbentuk konkaf yang
menunjukkan adanya phenomena “diminishing return”.
YS
YS = YS ( K/N)
YS3
YS2
YS1
0 N1 N2 N3 N
Gb. 3.11. Hubungan Tenaga Kerja dengan Output Agregat
Bagaimana hubungan antara fungsi penawaran tenaga kerja dan fungsi penawaran barang
dapat ditunjukkan dalam Gb. 3.12 a dan Gb.3.12b.
W/P Gb. 3.12a . Fungsi Tnaga Kerja
NS = NS (W/P)
NS’ = NS’ (W/P)
(W/P)*1
(W/P)*2
ND = ND (W/P, K)
N*1 N*2 N
YS
YS = YS ( N,K) ∂ YS/ ∂ N > 0
YS*2
YS*1
Gb. 3.12b. Fungsi Produksi
N*1 N*2 N
Nuhfil Hanani 14
Pada posisi awal, pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangan dengan tingkat upah riel,
(W/P)*1, dan jumlah tenaga kerja, N1*. Jumlah tenaga kerja ini yang dikombinasikan dengan
stok kapital yang tetap,K, akan menghasilkan penawaran barang sejumlah YS*1. Sekarang
jika kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kanan ( misalnya, karena kebijakan imigrasi),
maka upah riel keseimbangan akan turun ke (W/P)*2 dan jumlah tenaga kerja naik ke N*2.
Dengan jumlah tenaga kerja ini, penawaran barang akan meningkat menjadi YS*2.
Nuhfil Hanani 15
Penawaran agregat mempunyai kesamaan dengan penawaran pasar dalam ekonomi
mikro. Dalam jangka pendek , kurva penawaran seorang produsen adalah kurva marginal cost
(MC) nya. Kurva Penawaran Agregat merupakan penjumlahan dari semua kurva MC
produsen yang ada dalam suatu perekonomian. Bentuk umum kurva penawaran agregat
adalah sebagai berikut ( Gb. 3.12.c).
P
P = tingkat harga umum
S
Q = Output agregat/penawaran agregat
C
A B
O QL QM Q Gb. 312c. Kurva Penawaran Agregat
Terdapat tiga bagian kurva yang perlu dibedakan. Bagian A-B menunjukkan masih terdapat
kelebihan kapasitas produksi di pabrik-pabrik. Pada bagian ini penambahan produk tidak
meningkatkan MC sehingga tidak meningkatkan harga. Bagian B-C menunjukkan keadaan
kapasitas produksi yang sudah mulai ketat. Pada bagian ini berlaku The Law of Deminishing
Returns. Pada bagian ini produksi masih dapat ditingkatkan sampai pada QM dengan MC
yang meningkat. Output QM adalah yang maksimum dari kapasitas produksi yang terpasang.
Pada tingkat output ini berapapun input ditambahkan tidak bisa lagi menambah output. Atau
berapapun tingginya harga output di pasar tidak akan diikuti oleh kenaikan output.
3.3.2. Permintaan Barang
Untuk memudahkan pembahasan permintaan barang ini, kita anggap untuk sementara
bahwa perekonomian disuatu negara adalah perekonomian tertutup ( yaitu tidak melakukan
transaksi dengan luar negeri) dan pemerintahnya ikut berbelanja dalam pasar barang. Secara
keseluruhan Permintaan Agregat sama saja dengan Penawaran Agregat , yang selanjutnya
kita beri simbol Z. Di dalam perekonomian tertutup, permintaan agregat terdiri dari tiga
unsur, yaitu (1) permintaan efektif dari rumah-tangga akan barang-barang konsumsi, yang
diberi simbol C, (2) permintaan efektif dari perusahaan untuk investasi, yang diberi simbol I ,
Nuhfil Hanani 16
dan (3) permintaan efektif dari pemerintah, yang diberi simbol G. Permintaan agregat
tersebut dapat ditulis dalam bentuk persamaan identitas sebagai berikut .
Z = C + I + G
Sekarang akan kita bahas faktor-faktor apa yang menentukan masing-masing unsur
permintaan efektif tersebut.
Faktor Yang Menentukan Permintaan Konsumsi, C.
Telah didiskusikan diatas bahwa proses produksi akan menghasilkan pendapatan
dalam masyarakat ( bagi rumah-tangga). Selanjutnya pendapatan tersebut menimbulkan
permintaan efektif di pasar barang, yaitu permintaan efektif untuk barang-barang konsumsi
oleh rumah-tangga, C. Namun, tidak semua pendapatan tersebut dibelanjakan di pasar
barang, melainkan ada yang ditabung. Bagian yang ditabung ini, umumnya diberi simbol S.
Hubungan antara pendapatan, output, tingkat konsumsi, dan tingkat tabungan dapat
ditunjukkan dalam persamaan identitas berikut.
Y = Q
Y = C + S
Q > C
Keynes menyatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai kebiasaan tertentu
mengenai berapa banyak dari pendapatan rumah-tangga yang dibelanjakan untuk barang-
barang dan jasa (C) dan berapa yang untuk ditabung (S). Untuk negara-negara
berpenghasilan tinggi, biasanya persentase penghasilan yang ditabung relatif tinggi, berarti
persentase yang dibelanjakan relatif rendah. Sebaliknya, untuk negara-negara berpenghasilan
rendah, persentase penghasilan yang ditabung umumnya juga rendah, berarti persentase yang
dibelanjakan relatif tinggi. Persentase penghasilan yang ditabung tersebut disebut propensity
to save (mps) ( kecenderungan untuk menabung dari masyarakat), yang diberi simbol huruf S
kecil, s. Sedangkan persentase penghasilan yang dibelanjakan disebut propensity to consume
(mpc) ( kecenderungan untuk berkonsumsi dari masyarakat) , yang diberi simbol huruf C
kecil, c. Sehingga secara matematis tingkat konsumsi dan tabungan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut.
S = s YS (fungsi tabungan)
C = c YS (fungsi konsumsi)
C + S = c YS + s YS = (c+s) YS
c + s = 1
Nuhfil Hanani 17
Fungsi konsumsi (consumption function) dan fungsi tabungan (saving function) diatas
merupakan bentuk fungsi yang paling sederhana. Fungsi konsumsi/tabungan tersebut dapat
dikembangkan, misalnya dengan memasukkan variabel lainnya seperti tingkat bunga dan
aset (kekayaan). Untuk analisis makro, dapat digunakan salah satu dari kedua persamaan
tersebut, karena persamaan yang satu dapat dicari dari persamaan lainnya. Bentuk fungsi
konsumsi sederhana lainnya adalah C = a + cYs, dimana a menunjukkan tingkat konsumsi
minimal. Bentuk fungsi ini sering disebut fungsi konsumsi jangka pendek. Sedangkan C = c
YS, disebut sebagai fungsi jangka panjang. Demikian pula untuk fungsi tabungan jangka
pendek, dapat berbentuk S = -a + s YS, dimana -a adalah jumlah tabungan pada saat
pendapatan nol. Untuk fungsi tabungan jangka panjang, ditulis : S = sYS.
Nuhfil Hanani 18
Secara grafis fungsi konsumsi dan fungsi tabungan tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut (Gb. 3.13). Disamping mpc dan mps, untuk fungsi jangka pendek perlu diperhatikan
macam propensity yang lain, yaitu average propensity to consume ( apc) dan ( aps). Average
propensity to consume (apc) adalah proporsi dari penghasilan yang dibelanjakan untuk
konsumsi, yaitu C/Y = (a+cY)/Y = a/Y +c. Average propensity to save (aps) adalah
proporsi dari penghasilan yang ditabung, yaitu S/Y = (-a + sY)/Y =
-a/Y +s.
C,S,Y
Y =Y
C = a + cY
∆C ∆C/ ∆Y = c
∆Y ∆S/ ∆Y = s
a S = -a +sY
450
∆Y ∆S
Y
-a
Gb. 3.13. Fungsi Konsumsi dan Fungsi Tabungan
c = marginal propensity to consume (mpc) = ∂ C/∂Y
s = marginal propensity tosave (mps) = ∂ S/∂Y
Nilai c diasumsikan antara 0 dan 1 0 < c < 1 Per definisi maka s = 1-c. Faktor Yang Menentukan Permintaan Perusahaan Untuk Investasi (I). Investasi adalah pengeluaran sektor perusahaan untuk pembelian barang-barang/jasa untuk tujuan investasi, yaitu berupa tambahan stok kapital, misalnya untuk pembelian mesin. Berbeda dengan tujuan pengeluaran rumah-tangga, yaitu untuk konsumsi, pengeluaran perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, pertimbangan-pertimbangan yang diambil oleh perusahaan untuk memutuskan apakah membeli atau tidak barang-barang / jasa Nuhfil Hanani 19 untuk investasi adalah besar kecilnya harapan keuntungan yang akan diperoleh dari menanamkan investasi tersebut. Untuk mendapatkan dana investasi, perusahaan mempunyai kemungkinan yang luas. Selain dapat berasal dari penghasilan yang ada di kas perusahaan, mereka dapat meminjam dana dari lembaga-lembaga keuangan. Asal saja perusahaan dapat meyakinkan lembaga keuangan yang akan meminjami dana (biasanya melalui proposal) bahwa investasi yang akan dilakukan dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar di masa mendatang, maka lembaga keuangan tersebut sangat mungkin bersedia meminjami dana investasi tersebut. Jadi, perusahaan tidak perlu mengandalkan dana milik sendiri untuk belanja barangnya, seperti pada rumah-tangga. Dengan kata lain, besar kecilnya investasi (I), tidak tergantung pada pendapatan (Y) seperti halnya konsumsi (C), melainkan tergantung pada faktor harapan keuntungan. Berikut ini akan dibahas lebih mendalam tentang kedua faktor ( kemungkinan meminjam dana pihak lain dan harapan keuntungan) yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menentukan besarnya investasi (I). 1). Kemungkinan Meminjam Dana Pihak Lain . Perusahaan-perusahaan dapat meminjam dana investasi dari pihak lain, baik dari pasar uang tidak resmi ( informal money market), sektor perbankan, atau dari pasar surat berharga (atau sering disebut pula dengan bursa efek-efek atau pasar modal). Baik dalam pasar uang tidak resmi maupun dalam pasar uang resmi, seperti dalam pasar lainnya, terdapat penawaran dan permintaan uang. Dari penawaran dan permintaan ini ditentukan volume uang yang dipinjamkan dan “harga” uang , yang tidak lain adalah tingkat bunga. Tingkat bunga ini merupakan biaya yang harus dibayar oleh perusahaan yang meminjam dana untuk investasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa besarnya investasi (I) sangat tergantung pada tingkat bunga (r). 2). Faktor Harapan Keuntungan. Keuntungan yang diharapkan biasanya dinyatakan dalam dua dimensi : (1) dimensi yang menunjukkan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari setiap unit uang ( misal, setiap rupiah) yang diinvestasikan, (2) dimensi waktu yang menunjukkan berapa lama aliran keuntungan ini berlangsung. Besarnya keuntungan bisa dinyatakan dalam “keuntungan kotor” dalam persentase per-tahun ( atau satuan waktu lainnya). Keuntungan kotor adalah keuntungan bersih plus bunga. Misalnya, keuntungan yang diharapkan 50%, berarti setiap rupiah dana yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan 0,5 rupiah per-tahun. Dimensi waktu Nuhfil Hanani 20 menunjukkan berapa lama aliran keuntungan 50% tersebut berlangsung, atau berapa lama umur ekonomis dari barang investasi tersebut (misal, 10 tahun). Dalam teori makro Keynes keputusan investasi tersebut tergantung pada perbandingan antara harapan keuntungan dan tingkat bunga. Seandainya tingkat bunga yang berlaku di pasar adalah 24% per-tahun, sedangkan harapan keuntungan dari investasi adalah 50%, maka investasi tersebut layak dilakukan karena bisa memperoleh keuntungan bersih 50% - 24% = 26% per-tahun selama umur ekonomis investasinya. Tingkat keuntungan yang diharapkan tersebut dikenal dengan istilah Marginal Efficiency of Capital (MEC). Hubungan antara MEC dan tingkat bunga (r) secara ringkas dapat dinyatakan : Bila MEC > r : investasi dapat dilakukan
Bila MEC < r : investasi tidak dilakukan Bila MEC = r : investasi boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan Untuk analisis pengaruh MEC dan r terhadap besarnya I, biasanya diringkas dalam bentuk suatu fungsi, yang disebut fungsi investasi, secara matematis dinyatakan sebagai : I = f(r) Cara menurunkan fungsi investasi ini adalah sebagai berikut : Misalnya, terdapat 5 jenis proyek investasi dengan masing-masing MEC sebagai berikut : Proyek Nilai Investasi (Rp. Juta) MEC (%) A B C D E 100 200 50 150 75 50 40 35 20 15 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jika tingat bunga = 48% per-tahun maka proyek yang menguntungkan adalah A dengan jumlah investasi Rp.100 juta. Jika tingkat binga = 36%, maka proyek yang menguntungkan adalah proyek A dan B dengan jumlah investasi Rp. 300 juta. Selanjutnya dengan cara yang sama dapat dihitung untuk tingkat bunga 24% dan 12% per-tahun. Hasil perhitungan seperti ini dapat ditabulasikan menjadi sebagai berikut: Tingkat bunga (%/bulan) Nilai Investasi (Rp.juta) 5 0 4 100 3 300 2 350 1 575 Nuhfil Hanani 21 Tabel ini bisa digambarkan dalam bentuk kurva yang menghubungkan antara tingkat bunga yang berlaku dengan pengeluaran investasi oleh para investor. Kurva ini (lihat Gb. 3.14) dinamakan kurva fungsi investasi (atau fungsi MEC). Kurva ini terlihat patah-patah karena jumlah proyek investasinya hanya terbatas, dalam hal ini hanya lima macam. Jika jumlah proyek investasinya banyak sekali maka kurvanya akan berupa kurva yang “halus”. Tingkat bunga (%/bulan) Tingkat bunga (%/ bulan) r (%) 4 3 2 1 100 300 350 575 I (Rp.juta) 0 I Gb. 3.14a. Kurve Patah Gb. 314b. Kurve Halus Faktor Yang Menentukan Pengeluaran Pemerintah (G). Pengeluaran pemerintah (G) adalah semua pembelian barang-barang dan jasa-jasa oleh pemerintah. Yang dimaksud barang dan jasa dalam hal ini adalah barang dan jasa produksi tahun yang bersangkutan. Barang-barang dan jasa-jasa produksi tahun lalu yang dibeli tahun ini bukan merupakan bagian dari G tahun ini. Misalnya, pemerintah pada tahun ini ( 2001) membeli mobil buatan tahun 2000, maka pengeluaran pemerintah ini tidak Nuhfil Hanani 22 termasuk G tahun 2001, walaupun anggaran untuk membeli mobil tersebut tercatat dalam APBN tahun 2001. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud barang dan jasa di sini adalah barang dan jasa hasil proses produksi. Pembelian tanah, pembayaran gaji pegawai , dan sebagainya tidak termasuk pengeluaran pemerintah (G), karena tanah dan gaji bukan hasil proses produksi. Tanah dan gaji adalah faktor produksi. Jadi, pengeluaran pemerintah ini dilakukan di pasar faktor produksi, bukan di pasar output (barang). Sedangkan G adalah hanya pengeluaran pemerintah di pasar barang. Oleh karena itu tidak seluruh pos pengeluaran dalam APBN adalah G. Kita harus meneliti pos-posnya. Hanya pos-pos pengeluaran yang menyangkut pembelian barang/jasa hasil produksi tahun yang bersangkutan yang dapat dimasukkan ke dalam unsur G. Faktor-faktor apakah yang menentukan besarnya G dalam periode tertentu? Karena G merupakan bagian dari APBN maka dapat dikatakan bahwa yang menentukan G adalah juga faktor-faktor yang menentukan APBN. APBN kita dalam praktek ditentukan berdasarkan pertimbangan yang komplek, terutama didasarkan atas pertimbangan sosial-ekonomi-politik. Dalam teori ekonomi makro kita katakan bahwa G merupakan variabel eksogen 1. Konsep Pelipat Atau Multiplier Diatas telah dibahas faktor-faktor yang menentukan permintaan agregat (Y), yang dalam ekonomi tertutup sama dengan pengeluaran agregat. Pertanyaan selanjutnya adalah berapa besar perubahan Y apabila salah satu unsurnya ( apakah C, I, atau G) berubah? Misalnya, jika investor meningkatkan investasinya sebesar ∆I, apa yang terjadi pada permintaan agregat/pengeluaran agregat (Z) ? Apakah Z akan bertambah sebanyak ∆I ?. Menurut Keynes, jawabannya tidak. Sebabnya adalah bahwa pengeluaran masyarakat sebesar ∆I akan mempunyai akibat berantai (multiplier effect). Proses multiplier effect tersebut adalah sebagai berikut. Pada putaran pertama, investor membelanjakan ∆I di pasar barang akan meningkatkan Y sebesar ∆I. Uang senilai ∆I tersebut diterima oleh penjual barang/jasa yang dibeli investor, sehingga menambah pendapatannya sebesar ∆Y. Pada putaran kedua, tambahan pendapatan tersebut akan meningkatkan pengeluaran konsumsi sebesar c∆Y yang sama dengan c∆I. Jumlah ini akan dibelanjakan di pasar barang sehingga menambah lagi Z sebesar c∆I. Jadi pada akhir putaran 1) Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya tidak ditentukan oleh model ( ditentukan oleh faktor di luar model). Nuhfil Hanani 23 kedua, Z akan bertambah sebesar ∆I + c∆I. Tambahan pengeluaran konsumsi pada tahap putaran kedua ini akan diterima oleh para penjual barang/jasa sehingga menambah pendapatannya sebesar ∆Y yang sama dengan c∆I. Pada putaran ketiga, tambahan pendapatan tersebut akan dibelanjakan untuk barang/jasa konsumsi sebanyak c(c∆I) = c2∆I. Proses ini akan berlangsung terus-menerus. Secara matematis proses multiplier effect tersebut dapat ditulis sebagai berikut. ∆Z = ∆I + c∆I + c2∆I + c3∆I +………… ( 1+c+c2+c3+ …..) ∆I 1 1 Karena 0< c <1, maka 1+c+c2+c3+ ….. = ------- , sehingga ∆Z = ------ ∆I. 1 – c 1 - c Karena 1/(1-c) >1, maka tambahan investasi sebesar ∆I akan mengakibatkan tambahan Z
(=∆Z) lebih besar dari ∆I. Angka 1/(1-c) diatas disebut pelipat pendapatan (income
multiplier) atau pelipat pengeluaran (expenditure multiplier) atau dapat pula dikatakan
sebagai pelipat permintaan agregat ( aggregate demand multiplier).
Sekarang bagaimana pengaruh ∆G terhadap Z? Jawabannya sama dengan pengaruh
∆I yang telah dijelaskan diatas. Jadi ∆Z = 1/(1-c) ∆G. Sebagai contoh, jika c = 0,6 maka
kenaikan pengeluaran pemerintah (∆G) sebesar Rp.5 juta,- akan meningkatkan permintaan
agregat (∆Z) sebesar 1/(1-0,6) Rp.5 juta = Rp. 20 juta,-. Proses pelipatan tersebut dapat
digambarkan secara grafis sebagai berikut (Gb. 3.5.):
Z
D B
Z1 (C+I+G) + ∆ I
C E
(C+I+G)
Z0 A
C
450
0 Y0 Y1 Y
Gb. 3.15 Proses Pelipatan
Nuhfil Hanani 24
Mula-mula perekonomian pada posisi A, dengan permintaan agregat 0Z0 dan pendapatan
agregat 0Y0. Kemudian ada kenaikan I sebesar ∆ I. Pada putaran pertama, Z akan
meningkat sebesar AC. Jumlah ini akan diterima oleh penjual barang yang dibeli investor
sebagai pendapatan tambahan sebesar CE ( =AC karena ACE adalah sama kaki). Pada
putaran kedua, pendapatan tambahan tersebut dibelanjakan oleh penerima pendapatan pada
putaran pertama untuk membeli barang-barang konsumsi. Jumlah yang dibelanjakan adalah
mpc (c) kali CE, yang besarnya sama dengan ED. Dan ED ini menambah Z. Demikian
seterusnya proses tersebut berjalan dan berhenti bila telah sampai pada titik B. Akhirnya Z
akan naik dari Z0 ke Z1 dan Y dari Y0 ke Y1.
3.3.3. Keseimbangan di Pasar Barang
Pada sisi permintaan, telah dibahas, bahwa permintaan agregat = pengeluaran agregat
= pendapatan agregat. Kondisi ini dikatakan sebagai posisi keseimbangan pada sisi
permintaan ( keseimbangan parsial). Keseimbangan ini belum berarti tercapai keseimbangan
di pasar barang. Keseimbangan di pasar barang tercapai jika permintaan agregat sama dengan
penawaran agregat. Keseimbangan ini merupakan keseimbangan yang sesungguhnya dari
suatu perekonomian. Secara grafis, keseimbangan ini dapat digambarkan sebagai berikut
(Gb. 3.16.).
P
Gb. 3.16. Keseimbangan Pada Pasar Barang
S
P1 F
P0
E
Z1
Z0
0 Q0 Q1 Q
Nuhfil Hanani 25
Sebelum ada investasi keseimbangan ada pada titik E, dimana permintaan agregat =Z0,
penawaran agregat = Q0, dan harga umum = P0. Setelah ada investasi sebesar ∆ I, permintaan
agregat menjadi Z1, penawaran agregat menjadi Q1, harga naik menjadi P1 dan keseimbangan
menjadi titik F. Pada keseimbangan ini tidak ada kecenderungan bagi Z, P, maupun Q untuk
berubah. Dari proses keseimbangan ini kita sekarang dapat menjawab pertanyaan
bagaimana pengaruh perubahan permintaan agregat terhadap besarnya output agregat dan
perubahan harga.
3.4. Pasar Uang
Uang dapat didefinisikan sebagai suatu yang berfungsi :
a) Medium pertukaran untuk barang-barang, jasa-jasa, aset-aset, dan pembayaran kembali
utang ( medium of exnge for goods, services, assets, and repayment of debts)
a) Penyimpan kekayaan ( store of wealth)
b) Pengukur nilai (unit of account)
c) Standar pembayaran masa depan (standard for deffered payments) (Glahe,1977 : 133).
Di pasar uang, penawaran uang bertemu dengan permintaan uang dan menentukan
harga uang, yaitu tingkat bunga. Penawaran uang dianggap ditentukan oleh pemerintah,
sehingga identik dengan jumlah uang yang beredar. Permintaan uang, ditentukan oleh motif
penggunaan uang. Menurut Keynes, terdapat tiga motif seseorang memegang uang :
a) Motif transakasi
b) Motif berjaga-jaga
c) Motif spekulasi.
Keynes menerima pendapat Klasik bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan
melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan permintaan uang dari masyarakat untuk
tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional. Namun, Keynes berpendapat
bahwa selain untuk transaksi, orang memegang uang juga untuk pembayaran-pembayaran
yang tidak terencana, misalnya pembayaran pengobatan karena sakit, sumbangan sosial,
bepergian mendadak, dan sebagainya. Motif ini disebut motif berjaga-jaga (precautionary
motive). Permintaan uang untuk jaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor sama dengan faktor
yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi. Jadi, permintaan uang untuk transaksi
dan berjaga-jaga (MD.tj) = f (kY).
Pendapat Keynes yang berbeda dengan Klasik adalah adanya motif permintaan uang
untuk tujuan spekulasi. Motif pemegangan uang ini terutama bertujuan untuk memperoleh
Nuhfil Hanani 26
keuntungan jika seandainya si pemegang uang dapat memperkirakan keadaan yang akan
terjadi dengan benar. Teori Keynes membatasi bahwa pemilik kekayaan (asset holder) dapat
memilih apakah memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond).
Memegang uang dianggap tidak memperoleh penghasilan, sedangkan memegang obligasi
dianggap memperoleh penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Model
Keynes membahas khusus obligasi yang menghasilkan uang tertentu setiap periode selama
waktu yang tak terbatas (perpetuity). Harga Obligasi berbanding terbalik dengan tingkat
bunga. Hubungan harga obligasi dengan tingkat bunga dapat ditulis sebagai berikut:
K = rP atau P = K/r
Di mana K = hasil yang diperoleh per periode; P = harga pasar obligasi ; r =tingkat bunga.
Dengan demikian, seseorang akan memutuskan untuk membeli atau menjual obligasi sangat
ditentukan oleh ramalan atau harapan berapa tingkat bunga yang berlaku di masa mendatang.
Jika tingkat bunga di waktu mendatang diperkirakan naik, maka seseorang akan menjual
obligasinya dan memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai untuk menghindari
kerugian kapital (capital loss) yang mingkin terjadi. Sebaliknya jika di masa mendatang
tingkat bunga diperkirakan turun maka seseorang akan membeli obligasi, dengan harapan
memperoleh keuntungan kapital (capital gain). Dalam hal ini Keynes berpendapat bahwa
seseorang akan mempunyai anggapan adanya “tingkat bunga normal” pada suatu waktu.
Nuhfil Hanani 27
Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan uang agregat dari teori Keynes dapat ditulis
sebagai : MD = [ kQ + ∅ ( r )] P atau MD/P = kQ + ∅ ( r ) , dimana MD/P = permintaan
uang riel; kQ = permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga;
∅ ( r ) = permintaan uang untuk spekulasi. Fungsi permintaan uang ini disebut juga sebagai
fungsi Liquidity Preference . Secara grafis penentuan tingkat bunga di pasar uang
digambarkan oleh perpotongan kurva Liquidity Preference dengan kurve penawaran uang (
Gb. 3.17.).
r
MS MS! Gb. 3.17.
r0
r1
MD (Q,r)
0 M
Bila uang yang beredar ditambah (dari MS ke Ms’ ), tingkat bunga cenderung turun ( dari r0
ke r1 ).
3.5. Perbandingan Antara Teori Ekonomi Klasik dan Keynesian
Dari uraian diatas, dapat diringkas bagaimana perbandingan antara teori ekonomi
makro Klasik dan Keynesian, sebagai berikut:
Teori Klasik
1. Pada Pasar Barang
♦ Tidak mungkin ada kelebihan/
kekurangan produksi.
♦ Produksi total masyarakat =
kebutuhan total masyarakat ( full
employment level of activity)
♦ Landasan berfikirnya :
a). Hukum Say : supply creates its
own demand.
b). Harga umum fleksibel
Teori Keynesian
1. Pada Pasar Barang
♦ Dapat terjadi kelebihan/kekurangan
produksi
♦ Tidak selalu mencapai “full
employment”
♦ Tidak menerima hukum Say.
♦ Setiap proses produksi mempunyai
dua akibat:
a). Menghasilkan output
b). Memberikan penghasilan kepa-
da pemilik faktor produksi yang
besarnya sama dengan nilai output.
♦ Semua penghasilannya dibelanja-
kan di pasar barang.
♦ Tadak perlu canpur tangan
pemerintah.
2. Di pasar Uang
♦ Menganut prinsip teori Kuantitas
Uang : Uang hanya untuk
transaksi.
♦ Penawaran uang ditentukan oleh
Pemerintah.
♦ Keseimbangan dalam pasar uang:
MS = MD = k PQ
3. Di Pasar Tenaga Kerja
♦ Tingkat upah fleksibel
♦ Selalu full employment
♦ Tidak perlu campur tangan
pemerintah dalam mengatasi
pengangguran.
Konsep Penting dalam bab Ini
Keynesianisme
Permintaan agregat
Pengeluaran agregat
Propensity to Consume
Propensity to Save
Marginal Effeciency of capital
Proses multiplier
Penawaran agregat
Nuhfil Hanani 28
♦ Sama dengan pendapat Klasik.
♦ Tidak semua penghasilan dibelan-
jakan, ada sebagian yang ditabung.
♦ Perlu campur tangan pemerintah.
2. Di Pasar Uang
♦ Terdapat tiga motif memegang
uang: (1) untuk transaksi, (2).
jaga-jaga, dan (3) spekulasi.
♦ Penawaran uang ditentukan oleh
pemerintah.
♦ Keseimbangannya :
MS = MD = [kQ +∅ r] P
3. Di Pasar Tenaga Kerja
♦ Tingkat upah rigit/tegar
♦ Tidak selalu full employment
♦ Perlu campur tangan pemerintah
dalam mengatasi pengangguran
Keseimbangan Pasar Barang dan Pasar Uang
Tingkat upah rigit
Fungsi Investasi
Fungsi Konsumsi
SUMBER: Nuhfil Hanani 1
Jumat, 14 Januari 2011
MANAJEMEN DALAM AGRIBISNIS
MANAJEMEN DALAM AGRIBISNIS
3.1 Pengertian Manajemen
Dalam Encyclopedia of the Social Science, dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses di mana pelaksanaan suatu tujan diselenggarakan dan diaawasi.
Menerut George R. Terry, Manajemen adalah sebuah proses yang khas, terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasiaan, menggerakkan dan pengawasan yang dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan dengan bantuan manusia dan sumber-sumber daya yang lain.
Menurut Parker Follet, ia memberikan batasan manajemen sebagai seni untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang-orang (the art getting think through people).
Menurut James A. F. Stoner, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi ang telah ditetapkan.
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa,
Manajemen adalah ilmu dan seni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengendalian atas sumber daya, terutama SDM untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Ada tiga(3) hal pokok dalam manajemen.
1. ada tujuan yang hendak dicapai
2. tujuan dicapai dengan menggunakan kegiatan orang lain
3. kegiatan-kegiatan orang lain tersebut harus dibimbing dan diawasi
3.2 Fungsi-Fungsi Manajemen
Terdiri atas:
1. Perencanaan (planning)
Dapat didefinisikan sebagai hasil pemikiran yang mengarah ke masa depan, menyangkut serangkaian tindakan berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap semua factor yang terlibat dan yang diarahkan kepada sasaran khusus.
Dengan kata lain, perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan berdasarkan pemilihan dari berbagai alternative data yang ada, dirumuskan dalam bentuk keputusan yang dikerjakan untuk masa yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan.
Dilihat dari bentuknya, perencanaan memiliki beberapa bentuk, yaitu
a. Sasaran/tujuan (objective)
b. Strategi
c. Kebijakan (policy)
d. Prosedur
e. Aturan
f. Program
2. Pengorganisasian (organizing)
Organisasi merupakan kelompok orang yang mempunyai kegiatan dan bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Organisasi bukanlah suatu tujuan, tetapi sebagai suatu alat untuk mecapai tujuan.
Pengorganisasian meliputi langkah-langkah atau usaha untuk:
a. menentukan struktur
b. menentukan pekerjaan yang harus dilaksanakan
c. memilih, menempatkan, dan melatih karyawan
d. merumuskan garis kegiatan
e. membentuk sejumah hubungan di dalam organisasi dan kemudian menunjuk stafnya.
3. Pengarahan (directing)
Pengarahan dapat diartikan sebagai aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan pikiran dan tenaganya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan ang telah ditetapkan.
Fungsi pengarahan ini merupakan gerak pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan fungsi perencanaan dan pengorganisasian.
Menurut Downey dan Erickson (1992), pengarahan bertujuan untuk:
a. menentukan kewajiban dan tanggung jawab
b. menetapkan hasil yang harus dicapai
c. mendelegasikan wewenang yang diperlukan
d. menciptakan hasrat untuk berhasil
e. mengawasi agar pekerjaan benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya
4. Pengkoordinasian (coordinating)
Koordinasi merupakan daya upaya untuk mensinkronkan dan menyatukan tindakan-tindakan sekelompok manusia. Koordinasi merupakan otak dalam batang tubuh dari keahlian manajemen. Makin sedikit koordinasi yang harus dilakukan, makin baik. Perintah yang baik dan lazim dari bidang keahlian menajemen lainnya akan membuat koordinasi tidak begitu dibutuhkan.
Akan tetapi pada organisasi yang dikelola dengan baik sekalipun, ada bidang yang memerlukan koordinasi. Adalah tanggung jawab manajer untuk melihat bahwa pengoperasian departemen-departemen, divisi-divisi, dan individu-individu yang berda di bawah kendalinya terintegrasi secara tepat untuk memproduksi hasil-hasil yang menunjang tercapainya sasaran organisasi.
5. Pengendalian (controlling)
Pengendalian menurut manajemen menguraikan system informasi yang memonitor rencana dan proses untuk meyakinkan bahwa hal itu selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan member peringatan bila perlu sehingga tindakan pemulihan dapat dilakukan.
Pengendalian merupakan merupakan pelengkap dari empat fungsi manajemen lainnya. Pengendalian meluruskan keputusan yang salah, hal-hal yang tidak diharapkan, dan dampak dari perubahan. Pengendalian yang tepat memberikan informasi yang diperlukan dan waktu untuk memperbaiki program dan rencana organisasi yang telah salah arah. Cara-cara untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan juga harus disajikan. Manajer bisa menjadi sadar akan titik-titik lemah dalam pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian usaha bisnis melalui penggunaan pengendalian secara tepat.
3.3 Kekhususan Managemen Agribisnis
Keanekaragaman jenis bisnis yg besar
Besarnya jumlah Agribisnis
Kanekaragaman ukuran usaha
Agribisnis skala kecil hrs bersaing dgn yg skala besar
Falsafah hidup tradisional
Cenderung berorientasi pd keluarga & masyarakat
Keanekaragaman jenis bisnis yg besar
Besarnya jumlah Agribisnis
Kanekaragaman ukuran usaha
Agribisnis skala kecil hrs bersaing dgn yg skala besar
Falsafah hidup tradisional
Cenderung berorientasi pd keluarga & masyarakat
3.4 Tingkatan Manajemen
Manajemen dapat dklasifikasikan menurut tingkatannya, dalam organisasi atau menurut ruang lingkup kegiatan yang dikelola manajer.
a. Manajemen puncak, berperan dalam menentukan kebijakan strategis dan mempengaruhi jalannya perusahaan. Dan bertanggung jawab atas manajemen bidang usaha dari perusahaan secara menyeluruh. Mereka dikenal sebagai Direktur atau CEO (Chief Executive Officer).
b. Manajemen menengah, berperan memberi pengarahan kegiatan kepada manajer bawahan atau dalam hal tertentu bisa juga kepada karyawan operasional. Dan bertanggung jawab terhadap implementasi kebijaksanaan organisasi.
c. Manajemen lini pertama/bawahan, bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain (bawahannya) dan memberikan pengarahan kepada mereka.
3.5 Unsur-Unsur Manajemen yang Baik
a. Manusia yang melaksanakan manajemen
Ada dua dimensi dalam manajemen yang baik yaitu dimensi manusia dan dimensi waktu, tetapi dimensi manusia jauh lebih penting. Kemampuan manajer untuk mencapai hasil melalui orang lain penting sekali dalam manajemen yang baik. Investasi berupa waktu dan perhatian kepada bawahan sering mendatangkan imbalan yang sangat berharga.
b. Seni
Manajemen adalah sebuah seni, bukan ilmu. Karena manajemen sangat terkait dengan manusia, kita harus memandang prinsip-prinsip manajemen sebagai persamaan yang tidak sempurna. Setiap orang dapat menggunakan prinsip-prinsip manajemen untuk memelihara pertumbuhan dan kemajuan yang berkesinambungan menuju potensi pengelolaan.
c. Berhasil/gemilang
Setiap manajemen yang baik, harus berhasil memenuhi sasaran atau hasil yang diinginkan atau ditentukan sebelumnya. Para manajer harus tahu bidang apa yang mereka kuasai agar dapat mencapai keberhasilan.
d. Sumber daya yang tersedia
Setiap organisasi memiliki atau mempunyai berbagai macam sumber daya yang dikuasainya. Para manajer yang berhasil akan mengeruk hasil/pengembalian tertinggi yang bisa diperoleh dari sumber daya yang tersedia. Mereka mengenali perbedaan antara apa yang seharusnya dan apa yang menjadi kenyataan. Mereka menggunakan apa yang mereka miliki untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, dan mereka berurusan dengan kemungkinan, bukan fantasi.
3.6 Prinsip-Prinsip Manajemen
Menurut Henry Fayol, ada 14 prinsip manajemen yang harus diterapkan dalam pelaksanaan tugas di dalam perusahaan, tetapi sifatnya fleksibel, diantaranya:
a. Pembagian kerja (Division of Work)
b. Kekuasaan/wewenang dan tanggung jawab (Authority and Responsibility)
c. Disiplin (Dicipline)
d. Kesatuan perintah (Unity of Command)
e. Kesatuan Arah (Unity of Direction)
f. Kepentingan individu di bawah kepentingan bersama (Subordinate of Individual Interest to General Interest)
g. Pembayaran upah yang adil (Renumeration of Personal)
h. Pemusatan (Centralization)
i. Batas kekuasaan (Line of Authority)
j. Tata Tertib (Order)
k. Keadilan (Equity)
l. Stabilitas pegawai (Stability of Tenure of Personal)
m. Inisiatif (Initiative)
n. Jiwa kesatuan (Espirit de Corps)
3.7 Bidang-Bidang Manajemen
Secara garis besar manajemen terdiri atas lima bidang, yaitu
a. Manajemen produksi
b. Manajemen pemasaran
c. Manajemen keuangan
d. Manajemen personalia
e. Manajemen administrasi/akuntansi
3.8 Rantai Nilai Kegiatan Usaha
Sebagai rantai awal yang sangat penting dan mendukung produksi suatu usaha, tidak terkecuali kegiatan pertanian adalah dukungan logistik atau supplier. Bagian ini merupakan unsur penunjang utama dalam kegiatan usaha yang terutama bergerak dalam bidang produksi komoditas pertanian. Keberhasilan suatu usaha yang memproduksi suatu komoditas sangat ditentukan oleh pengelolaan sistem produksi dan hubungannya dengan pemasok bahan baku atau logistik. Dengan demikian bagian inipun sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang tinggi bila dikembangkan dengan baik, jadi tidak hanya mengandalkan kepada kekuatan dalam memproduksi saja.
Manajemen produksi dalam hal ini merupakan faktor utama yang menentukan jalannya roda usaha produksi komoditas. Sedangkan sistem distribusi merupakan bagian penyalur komoditas yang telah dibuat pada tingkat penyaluran produk dalam jumlah yang banyak sebelum sampai kepada pelanggan atau pemakai. Untuk dapat menyampaikan produk yang telah diproduksi diperlukan adanya jaringan pemasaran pemasaran yang memadai sebagai kepanjangan tangan jaringan distribusi. Produk yang diproduksi dan dipasarkan tidak akan bertahan lama untuk tetap diminati oleh pemakai apabila aspek pelayanan kepada pelanggan (Service & maintenance) diabaikan.
Melihat keterkaitan diantara variabel yang satu dengan variabel lainnya dari rantai nilai kegiatan usaha tersebut, dapatlah dipahami bahwa kebanyakan perusahaan-perusahaan yang bertaraf internasional berhasil dalam menjalankan usahanya karena mereka mampu menjalankan seluruh variabel yang ada pada rantai nilai tersebut. Kondisi ini berbeda dengan kebanyakan perusahaan di Indonesia, dimana masih banyak diantara perusahaan tersebut yang belum dapat memadukan semua variabel rantai nilai menjadi satu kesatuan yang utuh dan terintegrasi sehingga menciptakan suatu usaha yang kuat. Sebagai contoh kasus misalnya pada bidang agribisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, Muhammad. 2009. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara
Downey, W.D. & Erickson, S.P. 1992. Manajemen Agibisnisnis. Jakarta: Erlangga
3.1 Pengertian Manajemen
Dalam Encyclopedia of the Social Science, dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses di mana pelaksanaan suatu tujan diselenggarakan dan diaawasi.
Menerut George R. Terry, Manajemen adalah sebuah proses yang khas, terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasiaan, menggerakkan dan pengawasan yang dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan dengan bantuan manusia dan sumber-sumber daya yang lain.
Menurut Parker Follet, ia memberikan batasan manajemen sebagai seni untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang-orang (the art getting think through people).
Menurut James A. F. Stoner, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi ang telah ditetapkan.
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa,
Manajemen adalah ilmu dan seni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengendalian atas sumber daya, terutama SDM untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Ada tiga(3) hal pokok dalam manajemen.
1. ada tujuan yang hendak dicapai
2. tujuan dicapai dengan menggunakan kegiatan orang lain
3. kegiatan-kegiatan orang lain tersebut harus dibimbing dan diawasi
3.2 Fungsi-Fungsi Manajemen
Terdiri atas:
1. Perencanaan (planning)
Dapat didefinisikan sebagai hasil pemikiran yang mengarah ke masa depan, menyangkut serangkaian tindakan berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap semua factor yang terlibat dan yang diarahkan kepada sasaran khusus.
Dengan kata lain, perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan berdasarkan pemilihan dari berbagai alternative data yang ada, dirumuskan dalam bentuk keputusan yang dikerjakan untuk masa yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan.
Dilihat dari bentuknya, perencanaan memiliki beberapa bentuk, yaitu
a. Sasaran/tujuan (objective)
b. Strategi
c. Kebijakan (policy)
d. Prosedur
e. Aturan
f. Program
2. Pengorganisasian (organizing)
Organisasi merupakan kelompok orang yang mempunyai kegiatan dan bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Organisasi bukanlah suatu tujuan, tetapi sebagai suatu alat untuk mecapai tujuan.
Pengorganisasian meliputi langkah-langkah atau usaha untuk:
a. menentukan struktur
b. menentukan pekerjaan yang harus dilaksanakan
c. memilih, menempatkan, dan melatih karyawan
d. merumuskan garis kegiatan
e. membentuk sejumah hubungan di dalam organisasi dan kemudian menunjuk stafnya.
3. Pengarahan (directing)
Pengarahan dapat diartikan sebagai aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan pikiran dan tenaganya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan ang telah ditetapkan.
Fungsi pengarahan ini merupakan gerak pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan fungsi perencanaan dan pengorganisasian.
Menurut Downey dan Erickson (1992), pengarahan bertujuan untuk:
a. menentukan kewajiban dan tanggung jawab
b. menetapkan hasil yang harus dicapai
c. mendelegasikan wewenang yang diperlukan
d. menciptakan hasrat untuk berhasil
e. mengawasi agar pekerjaan benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya
4. Pengkoordinasian (coordinating)
Koordinasi merupakan daya upaya untuk mensinkronkan dan menyatukan tindakan-tindakan sekelompok manusia. Koordinasi merupakan otak dalam batang tubuh dari keahlian manajemen. Makin sedikit koordinasi yang harus dilakukan, makin baik. Perintah yang baik dan lazim dari bidang keahlian menajemen lainnya akan membuat koordinasi tidak begitu dibutuhkan.
Akan tetapi pada organisasi yang dikelola dengan baik sekalipun, ada bidang yang memerlukan koordinasi. Adalah tanggung jawab manajer untuk melihat bahwa pengoperasian departemen-departemen, divisi-divisi, dan individu-individu yang berda di bawah kendalinya terintegrasi secara tepat untuk memproduksi hasil-hasil yang menunjang tercapainya sasaran organisasi.
5. Pengendalian (controlling)
Pengendalian menurut manajemen menguraikan system informasi yang memonitor rencana dan proses untuk meyakinkan bahwa hal itu selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan member peringatan bila perlu sehingga tindakan pemulihan dapat dilakukan.
Pengendalian merupakan merupakan pelengkap dari empat fungsi manajemen lainnya. Pengendalian meluruskan keputusan yang salah, hal-hal yang tidak diharapkan, dan dampak dari perubahan. Pengendalian yang tepat memberikan informasi yang diperlukan dan waktu untuk memperbaiki program dan rencana organisasi yang telah salah arah. Cara-cara untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan juga harus disajikan. Manajer bisa menjadi sadar akan titik-titik lemah dalam pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian usaha bisnis melalui penggunaan pengendalian secara tepat.
3.3 Kekhususan Managemen Agribisnis
Keanekaragaman jenis bisnis yg besar
Besarnya jumlah Agribisnis
Kanekaragaman ukuran usaha
Agribisnis skala kecil hrs bersaing dgn yg skala besar
Falsafah hidup tradisional
Cenderung berorientasi pd keluarga & masyarakat
Keanekaragaman jenis bisnis yg besar
Besarnya jumlah Agribisnis
Kanekaragaman ukuran usaha
Agribisnis skala kecil hrs bersaing dgn yg skala besar
Falsafah hidup tradisional
Cenderung berorientasi pd keluarga & masyarakat
3.4 Tingkatan Manajemen
Manajemen dapat dklasifikasikan menurut tingkatannya, dalam organisasi atau menurut ruang lingkup kegiatan yang dikelola manajer.
a. Manajemen puncak, berperan dalam menentukan kebijakan strategis dan mempengaruhi jalannya perusahaan. Dan bertanggung jawab atas manajemen bidang usaha dari perusahaan secara menyeluruh. Mereka dikenal sebagai Direktur atau CEO (Chief Executive Officer).
b. Manajemen menengah, berperan memberi pengarahan kegiatan kepada manajer bawahan atau dalam hal tertentu bisa juga kepada karyawan operasional. Dan bertanggung jawab terhadap implementasi kebijaksanaan organisasi.
c. Manajemen lini pertama/bawahan, bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain (bawahannya) dan memberikan pengarahan kepada mereka.
3.5 Unsur-Unsur Manajemen yang Baik
a. Manusia yang melaksanakan manajemen
Ada dua dimensi dalam manajemen yang baik yaitu dimensi manusia dan dimensi waktu, tetapi dimensi manusia jauh lebih penting. Kemampuan manajer untuk mencapai hasil melalui orang lain penting sekali dalam manajemen yang baik. Investasi berupa waktu dan perhatian kepada bawahan sering mendatangkan imbalan yang sangat berharga.
b. Seni
Manajemen adalah sebuah seni, bukan ilmu. Karena manajemen sangat terkait dengan manusia, kita harus memandang prinsip-prinsip manajemen sebagai persamaan yang tidak sempurna. Setiap orang dapat menggunakan prinsip-prinsip manajemen untuk memelihara pertumbuhan dan kemajuan yang berkesinambungan menuju potensi pengelolaan.
c. Berhasil/gemilang
Setiap manajemen yang baik, harus berhasil memenuhi sasaran atau hasil yang diinginkan atau ditentukan sebelumnya. Para manajer harus tahu bidang apa yang mereka kuasai agar dapat mencapai keberhasilan.
d. Sumber daya yang tersedia
Setiap organisasi memiliki atau mempunyai berbagai macam sumber daya yang dikuasainya. Para manajer yang berhasil akan mengeruk hasil/pengembalian tertinggi yang bisa diperoleh dari sumber daya yang tersedia. Mereka mengenali perbedaan antara apa yang seharusnya dan apa yang menjadi kenyataan. Mereka menggunakan apa yang mereka miliki untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, dan mereka berurusan dengan kemungkinan, bukan fantasi.
3.6 Prinsip-Prinsip Manajemen
Menurut Henry Fayol, ada 14 prinsip manajemen yang harus diterapkan dalam pelaksanaan tugas di dalam perusahaan, tetapi sifatnya fleksibel, diantaranya:
a. Pembagian kerja (Division of Work)
b. Kekuasaan/wewenang dan tanggung jawab (Authority and Responsibility)
c. Disiplin (Dicipline)
d. Kesatuan perintah (Unity of Command)
e. Kesatuan Arah (Unity of Direction)
f. Kepentingan individu di bawah kepentingan bersama (Subordinate of Individual Interest to General Interest)
g. Pembayaran upah yang adil (Renumeration of Personal)
h. Pemusatan (Centralization)
i. Batas kekuasaan (Line of Authority)
j. Tata Tertib (Order)
k. Keadilan (Equity)
l. Stabilitas pegawai (Stability of Tenure of Personal)
m. Inisiatif (Initiative)
n. Jiwa kesatuan (Espirit de Corps)
3.7 Bidang-Bidang Manajemen
Secara garis besar manajemen terdiri atas lima bidang, yaitu
a. Manajemen produksi
b. Manajemen pemasaran
c. Manajemen keuangan
d. Manajemen personalia
e. Manajemen administrasi/akuntansi
3.8 Rantai Nilai Kegiatan Usaha
Sebagai rantai awal yang sangat penting dan mendukung produksi suatu usaha, tidak terkecuali kegiatan pertanian adalah dukungan logistik atau supplier. Bagian ini merupakan unsur penunjang utama dalam kegiatan usaha yang terutama bergerak dalam bidang produksi komoditas pertanian. Keberhasilan suatu usaha yang memproduksi suatu komoditas sangat ditentukan oleh pengelolaan sistem produksi dan hubungannya dengan pemasok bahan baku atau logistik. Dengan demikian bagian inipun sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang tinggi bila dikembangkan dengan baik, jadi tidak hanya mengandalkan kepada kekuatan dalam memproduksi saja.
Manajemen produksi dalam hal ini merupakan faktor utama yang menentukan jalannya roda usaha produksi komoditas. Sedangkan sistem distribusi merupakan bagian penyalur komoditas yang telah dibuat pada tingkat penyaluran produk dalam jumlah yang banyak sebelum sampai kepada pelanggan atau pemakai. Untuk dapat menyampaikan produk yang telah diproduksi diperlukan adanya jaringan pemasaran pemasaran yang memadai sebagai kepanjangan tangan jaringan distribusi. Produk yang diproduksi dan dipasarkan tidak akan bertahan lama untuk tetap diminati oleh pemakai apabila aspek pelayanan kepada pelanggan (Service & maintenance) diabaikan.
Melihat keterkaitan diantara variabel yang satu dengan variabel lainnya dari rantai nilai kegiatan usaha tersebut, dapatlah dipahami bahwa kebanyakan perusahaan-perusahaan yang bertaraf internasional berhasil dalam menjalankan usahanya karena mereka mampu menjalankan seluruh variabel yang ada pada rantai nilai tersebut. Kondisi ini berbeda dengan kebanyakan perusahaan di Indonesia, dimana masih banyak diantara perusahaan tersebut yang belum dapat memadukan semua variabel rantai nilai menjadi satu kesatuan yang utuh dan terintegrasi sehingga menciptakan suatu usaha yang kuat. Sebagai contoh kasus misalnya pada bidang agribisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, Muhammad. 2009. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara
Downey, W.D. & Erickson, S.P. 1992. Manajemen Agibisnisnis. Jakarta: Erlangga
KLASIFIKASI BIAYA
PEMBAHASAN
A. Konsep Biaya
1. Biaya dalam Akuntansi Keuangan :
Suatu pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa.
2. Dalam Akuntansi Manajemen :
Biaya (Cost) adalah kas atau setara kas yang dikorbankan (dibayarkan) untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat (pendapatan) pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi.
Biaya yang akan memberikan manfaat (benefit) hanya pada periode berjalan (current period) biasanya dicatat sebagai beban.
B. Pengertian Biaya
Lebih lanjut, ada beberapa pengertian tentang biaya, diantaranya telah diungkapkan oleh Moelyadi, yaitu:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomis.
2. Diukur dalam satuan uang.
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Dalam definisi lain, Drs. RA. Supriono Ak. mengemukakan bahwa:
Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan.
Jadi bila ditinjau dari dua definisi diatas, biaya merupakan sumber daya yang dikorbankan yang diukur dalam satuan uang, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi dalam rangka untuk memperoleh penghasilan.
C. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi biaya adalah pengelompokan secara sistematis atas keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih penting.
Klasifikasi biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen dalam mencapai tujuannya. Klasifikasi ini didasarkan pada hubungan antara biaya dengan:
1. Produk
2. Volume produksi
3. Departemen pabrikasi, proses, pusat biaya, atau sub divisi lainnya
4. Periode akuntansi
5. Keputusan yang diusulkan, pelaksanaan, atau evaluasi.
Manfaat Informasi Biaya bagi Manager
• Penilaian Persediaan yakni: untuk mengetahui biaya mana yang akan dilekatkan (dibebankan) dalam persediaan perusahaan.
• Penentuan Laba Usaha yakni: untuk mengetahui biaya mana saja yang akan dikurangkan dari pendapatan dalam laporan laba rugi untuk menentukan laba usaha selama periode tertentu.
• Perencanaan Keuangan yakni: mengetahui perencanaan biaya masa depan dengan tujuan finansial yang dikehendaki.
• Pengendalian Kegiatan Usaha yakni: Mengetahui informasi tentang hasil biaya sesungguhnya dibandingkan dengan biaya yang dianggarkan.
• Pengambilan Keputusan yakni: untuk mengetahui keputusan apa yang harus diambil dlm menghadapi berbagai alternatif tindakan yang berhubungan dengan biaya.
C.1. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Pabrikasi
Untuk membantu manajemen menganalisis biaya pabrikasi produknya, biaya pabrikasi pada umumnya di bagi ke dalam tiga komponen, yakni :
• Bahan langsung (direct materials)
Semua bahan yang membebtuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk. Contoh: kayu dan minyak mentah.
• Tenaga kerja langsung (direct labor)
Karyawan yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. Biaya untuk ini meliputi gaji para karyawan yang dapat dibebankan kepada produk tertentu.
• Overhead pabrikasi (factory overhead)
Biaya bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan semua biaya pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibebankan langsung ke produk tertentu. Dengan kata lain, bahwa overhead pabrik mencakup semua biaya pabrikasi kecuali yang dicatat sebagai biaya langsung, yaitu bahan langsung dan pekerja langsung.
Bahan tidak langsung (indirect materials) adalah bahan-bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil sehingga tidak dapat dianggap sebagai bahan langsung yang tidak berguna atau tidak ekonomis. Contoh: paku, sekerup, perekat, dll.
Pekerja tidak langsung (indirect labor) adalah para karyawan yang dikerahkan dan tidak secara langsung mempengaruhi pembuatan atau pembentukan barang jadi. Contoh: pelayan toko, pembantu umum, pengawas bahan, dsb.
Dalam Perusahaan Pabrikasi (manufactured products)
• Total Biaya :
Biaya Produk + Biaya periode (komersial)
• Biaya produk :
Biaya bahan langsung + Biaya tenaga kerja langsung + Biaya overhead pabrikasi.
• Biaya Periode (komersial) :
Biaya pemasaran/penjualan + Biaya administratif dan umum
C.2. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Dagang.
Biaya Produk dan Biaya periode di Organisasi Bisnis
Jenis Perusahaan Biaya Produk Biaya Periode
Perusahaan Jasa Biaya penyerahan
Jasa. Beban pemasaran
Perusahaan dagang Biaya pembelian brg
Dagangan dari pema-
sok. Beban pemasaran
Beban administratif
Perusahaan pabrikasi Semua biaya pabri-
kasi, termasuk bahan
Baku langsung, tena
ga kerja langsung,
dan overhead pabri
kasi. Beban pemasaran
Beban administratif
Contoh : Laporan Laba Rugi
PT. Maysky Shinzoku
Laporan Laba Rugi
31 Desember 2005
Pendapatan penjualan …………………………………………… Rp. xxx.xxx
Biaya produk :
Persediaan barang dagangan, 1/1/2006 …............... Rp. xxx.xxx
Pembelian barang dagangan ………………........... Rp. xxx.xxx (+)
Barang dagangan tersedia utk dijual ……............... Rp. xxx.xxx
Persediaan brg dagangan, 31/12/2006…….............. Rp. xxx.xxx (-)
Biaya pokok penjualan …………………………………………… Rp. xxx.xxx
Laba kotor …………………………………………………………. Rp. xxx.xxx
Beban Penjualan dan Administratif
Biaya Periode :
Gaji ………………………………………………. Rp. xxx.xxx
Komisi wiraniaga ………………………………… Rp. xxx.xxx
Sewa ……………………………………………... Rp. xxx.xxx
Periklanan ………………………………………… Rp. xxx.xxx
Utilitas …………………………………………… Rp. xxx.xxx
Asuransi …………………………………………. Rp. xxx.xxx
Keperluan kantor ………………………………… Rp. xxx.xxx (+)
Jml beban penjualan dan administratif …. Rp.xxx.xxx
Laba Operasi ……………………………………………………. Rp.xxx.xxx
C.3. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Jasa.
Ada dua pertimbangan akuntansi mendasar untuk perusahaan jasa, yakni :
(1) Biaya tenaga kerja yang relatif tinggi
(2) Tidak adanya persediaan untuk dijual.
Biaya dalam perusahaan jasa dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Biaya langsung (direct cost)
adalah biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke produk atau jasa tertentu, seperti gaji yang dibayarkan kepada para akuntan, pengacara, dll.
Biaya Tidak langsung (indirect cost)
adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa, seperti asuransi atau sewa kantor. Biaya tidak langsung biasanya dikurangkan dari pendapatan dalam periode di mana biaya dipakai.
Contoh: Laporan Laba Rugi Perusahaan Jasa
PT ADI JULIENZ
Laporan Laba Rugi
31 Desember 2006
Pendapatan Jasa Konsultasi Rp. 18.000.000
Kompensasi dan Tunjangan Rp. 8.500.000
Sewa Kantor Rp. 1.200.000
Pelatihan dan Riset Rp. 900.000
Rekruitmen Karyawan Rp. 500.000
Asuransi Profesional Rp. 350.000
Lain-Lain Rp. 750.000
Jumlah Biaya Rp. 12. 100.000
Laba Operasi Rp. 7.900.000
Biaya untuk Perencanaan, Pengendalian dan Pengambilan Keputusan.
Untuk tujuan perencanaan dan pengendalian, biaya sering kali digolongkan sebagai: biaya langsung dan tidak langsung, terkendalikan dan tidak terkendalikan, bergabung dan bersama, dan berbagai golongan lainnya.
Hubungan Biaya dengan Obyek Biaya
Biaya sering dikategorikan dari segi hubungannya dengan suatu obyek atau segmen operasi, yang sering disebut obyek biaya. Obyek biaya dapat berupa produk, kawasan penjualan, pelanggan, divisi, pabrik, departemen atau suatu aktivitas.
Terdapat dua jenis obyek biaya : obyek biaya antara dan obyek biaya akhir. Obyek biaya antara (intermediate cost object) adalah penghimpunan biaya yang dilaporkan yang lalu dialokasikan kepada obyek biaya lainnya. Obyek biaya Akhir (final cost object) adalah titik penghimpunan biaya di mana tidak dilakukan lagi alokasi biaya. Obyek biaya akhir yang palim lazim adalah produk.
Biaya Terkendalikan dan Biaya tidak Terkendalikan
Biaya Terkendaliakan :
Suatu biaya dianggap sebagai biaya terkendalikan pada jenjang manajemen tertentu manakala lapisan manajemen tersebut mempunyai kekuasaan untuk mengotorisasi biaya tadi. Contoh biaya iklan surat kabar menjadi biaya terkendalikan oleh manajer pemasaran apabila di mempunyai kekuasaaan untuk mengotori sasi biaya dan jenis iklan surat kabar.
Biaya tidak Terkendaliakan :
Biaya ini berada di luar kendali manajer karena di tidak dapat mengotorisasinya. Misal biaya penyusutan mesin perlengkapan pabrik bagi manajer pemasaran menjadi biaya tidak terkendalikan, karena manajer tsb tidak mempunyai wewenang untuk mengotorisasi pemakain mesin pabrik.
Biaya Bergabung dan Biaya Bersama
Biaya tidak langsung sering pula disebut biaya bersama atau biaya bergabung. Biaya Bersama (Common Cost) dikeluarkan untuk menyediakan manfaat kepada lebih dari satu aktivitas. Biaya ini terjadi ketika dua produk, yang mungkin dihasilkan secara terpisah, diproduksi bersama.
Biaya bergabung (joint cost), diterapkan dalam situasi di mana bermacam-macam keluaran berasal dari satu sumber. Contoh minyak mentah dapat diolah menjadi bermacam-macam produk (misal solar, oli, premium dll).
Biaya Relevan dan Biaya Tidak Relevan.
Dalam rangka untuk pengambilan keputusan, biaya relevan harus memiliki manfaat yang paling tinggi. Agar supaya biaya disebut biaya relevan, maka biaya tersebut :
• Harus berbeda pada waktu dilakukan perbandingan pilihan keputusan. Apabila suatu biaya meningkat, menurun, mun cul ataupun menghilang pada waktu suatu tindakan yang berbeda dievaluasi, maka biaya tadi boleh disebut relevan.
• Harus bernilai kini atau masa yang akan datang.
Biaya Tidak relevan (iirelevant cost) adalah biaya yang tidak berubah untuk semua alternatif.
D. Perilaku Biaya
Beberapa jenis biaya ada yang relatif tidak terpengaruh oleh fluktuasi volume produksi, sedang biaya lainnya ada yang terpengaruh oleh fluktuasi volume produksi. Karena bisnis bersifat dinamis, maka perusahaan sering dihadapkan pada kebutuhan untuk mengubah tingkat kegiatan bisnisnya.
Penggolongan biaya berdasarkan pola perilaku biaya bertujuan untuk menyajikan imformasi biaya yang bermanfaat untuk membantu manajemen dalam:
1. Menyusun perencanaan kegiatan.
2. Membuat keputusan khusus.
3. Mengendalikan kegiatan perusahaan.
Oleh karena itu, manajemen harus lebih cermat dalam menganalisis dan menelaah hubungan antara biaya dengan perubahan kegiatan bisnis yang terjadi jika ingin merencanakan kegiatan perusahaan dengan baik dan dapat mengendalikan biaya secara efektif.
Berdasarkan perubahan kegiatan produksi atau pola perilakunya, biaya dapat diklasifikasikan sebagai biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel.
Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap tidak terpengaruh oleh perubahan tingkat kegiatan perusahaan di dalam interval waktu dan kapasitas tertentu. Dengan demikian, meskipun terdapat perubahan tingkat kegiatan di dalam perusahaan tersebut, sejauh belum melampaui interval waktu dan interval kapasitas yang telah ditetapkan perusahaan, maka jumlah biaya ini akan tetap dan tidak akan berubah. Biaya tetap akan berubah jika kegiatan produksi melampaui relevan tersebut.
Biaya tetap per unit besarnya berbanding terbalik secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan produksi. Semakin tinggi tingkat kegiatan produksi, maka semakin rendah biaya tetapnya per unit, dan begitu pula sebaliknya.
Adapun ciri-ciri biaya tetap adalah sebagai berikut:
1. Biaya keseluruhan tetap dalam rentang keluaran yang relevan.
2. Penurunan biaya per unit bila volume bertambah dalam rentang yang relevan. Sebaliknya, kenaikan biaya per unit bila volume berkurang dalam rentang yang relevan.
3. Dapat dibebankan pada departemen-departemen berdasarkan keputusan manajemen atau menurut metode alokasi biaya.
4. Tanggung jawab pengendalian lebih banyak dipikul oleh manajemen daripada oleh penyelia operasi.
Biaya tetap sebenarnya tidak dapat dikatakan tetap seluruhnya, tetapi ada satu tahun tertentu yang mungkin akan berubah. Namun perubahan yang terjadi bukanlah disebabkan oleh kegiatan perusahaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh D. Hartanto sebagai berikut:
a. Biaya tetap yang dalam jangka pendek tidak dapat berubah, seperti biaya penyusutan.
b. Biaya tetap yang akan berubah jika terdapat perubahan volume dalam jangka waktu yang cukup lama, seperti biaya pengawasan.
c. Biaya tetap yang akan ditentukan oleh manajemen berdasarkan rencana jangka panjang. Biaya-biaya ini tidak mempunyai hubungan dengan volume yang ada, misalnya: biaya penelitian dan pengembangan.
Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara totalitas menurut perbandingan yang searahdengan perubahan tingkat aktivitas. Biaya variabel akan meningkat secara proporsional sesuai dengan peningkatan kegiatan dan akan menurun secara proporsional mengikuti penurunan kegiatan.
Biasanya biaya variabel dapat secara langsung diidentifikasikan dengan kegiatan yang mengakibatkan adanya biaya tersebut. Biaya variabel per unit bersifat konstan dan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.
Adapun ciri-ciri biaya variabel adalah sebagai berikut:
1. Jumlahnya akan berubah berbanding lurus dengan perubahan volume produksi.
2. Biaya variabel per unit selalu konstan meskipun volume produksi mengalami perubahan.
3. Dapat dengan mudah dialokasikan pada bagian operasional
4. Pemakaian dan pengawasannya dapat dilimpahkanpada bagian yang bersangkutan.
Biaya variabel dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Biaya variabel proporsional adalah biaya variabel yang naik turunnya sebanding dengan volume produksi.
2. Biaya variabel progresif adalah biaya variabel yang meningkat lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan volume produksi, misal: upah lembur.
3. Biaya variabel degresif proporsional adalah biaya variabel yang meningkat lebih lambat dibandingkan dengan kenaikan volume produksi, misal: biaya pemesanan bahan baku.
Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel adalah biaya yang didalamnya terkandung unsur biaya tetap dan biaya variabel secara bersama-sama. Dengan demikian, apabila terdapat perubahan tingkat produksi, maka jumlah biaya semivariabel ini akan berubah pula. Namun perubahan yang terjadi tidak akan mengikuti secara langsung terhadap setiap unit perubahan tingkat kegiatan yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan.
Karakteristik dari biaya semivariabel adalah sebagai berikut:
1. Biaya semivariabel jumlah totalnya berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, tetapi sifat perubahannya tidak sebanding.
2. Biaya semivariable per satuan berubah terbalik dihubungkan dengan volume kegiatan, tetapi sifatnya tidak sebanding.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous a. 2009. http:// daryono.staff.gunadarma.ac.id
Anonymous b. 2009. http://one.indoskripsi.com
Hartanto. 1981. Akuntansi untuk Usahawan. FE-UI. Jakarta
Moelyadi. 1991. Akuntansi Biaya. STIE YKPN. Yogyakarta
Supriyono, R.A. 1989. Akuntansi Biaya. BPFE. Yogyakarta
Usry, Milton. 1991. Akuntansi Biaya. Erlangga. Jakarta
A. Konsep Biaya
1. Biaya dalam Akuntansi Keuangan :
Suatu pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa.
2. Dalam Akuntansi Manajemen :
Biaya (Cost) adalah kas atau setara kas yang dikorbankan (dibayarkan) untuk barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat (pendapatan) pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi.
Biaya yang akan memberikan manfaat (benefit) hanya pada periode berjalan (current period) biasanya dicatat sebagai beban.
B. Pengertian Biaya
Lebih lanjut, ada beberapa pengertian tentang biaya, diantaranya telah diungkapkan oleh Moelyadi, yaitu:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomis.
2. Diukur dalam satuan uang.
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Dalam definisi lain, Drs. RA. Supriono Ak. mengemukakan bahwa:
Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan.
Jadi bila ditinjau dari dua definisi diatas, biaya merupakan sumber daya yang dikorbankan yang diukur dalam satuan uang, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi dalam rangka untuk memperoleh penghasilan.
C. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi biaya adalah pengelompokan secara sistematis atas keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih penting.
Klasifikasi biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen dalam mencapai tujuannya. Klasifikasi ini didasarkan pada hubungan antara biaya dengan:
1. Produk
2. Volume produksi
3. Departemen pabrikasi, proses, pusat biaya, atau sub divisi lainnya
4. Periode akuntansi
5. Keputusan yang diusulkan, pelaksanaan, atau evaluasi.
Manfaat Informasi Biaya bagi Manager
• Penilaian Persediaan yakni: untuk mengetahui biaya mana yang akan dilekatkan (dibebankan) dalam persediaan perusahaan.
• Penentuan Laba Usaha yakni: untuk mengetahui biaya mana saja yang akan dikurangkan dari pendapatan dalam laporan laba rugi untuk menentukan laba usaha selama periode tertentu.
• Perencanaan Keuangan yakni: mengetahui perencanaan biaya masa depan dengan tujuan finansial yang dikehendaki.
• Pengendalian Kegiatan Usaha yakni: Mengetahui informasi tentang hasil biaya sesungguhnya dibandingkan dengan biaya yang dianggarkan.
• Pengambilan Keputusan yakni: untuk mengetahui keputusan apa yang harus diambil dlm menghadapi berbagai alternatif tindakan yang berhubungan dengan biaya.
C.1. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Pabrikasi
Untuk membantu manajemen menganalisis biaya pabrikasi produknya, biaya pabrikasi pada umumnya di bagi ke dalam tiga komponen, yakni :
• Bahan langsung (direct materials)
Semua bahan yang membebtuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk. Contoh: kayu dan minyak mentah.
• Tenaga kerja langsung (direct labor)
Karyawan yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. Biaya untuk ini meliputi gaji para karyawan yang dapat dibebankan kepada produk tertentu.
• Overhead pabrikasi (factory overhead)
Biaya bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan semua biaya pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibebankan langsung ke produk tertentu. Dengan kata lain, bahwa overhead pabrik mencakup semua biaya pabrikasi kecuali yang dicatat sebagai biaya langsung, yaitu bahan langsung dan pekerja langsung.
Bahan tidak langsung (indirect materials) adalah bahan-bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil sehingga tidak dapat dianggap sebagai bahan langsung yang tidak berguna atau tidak ekonomis. Contoh: paku, sekerup, perekat, dll.
Pekerja tidak langsung (indirect labor) adalah para karyawan yang dikerahkan dan tidak secara langsung mempengaruhi pembuatan atau pembentukan barang jadi. Contoh: pelayan toko, pembantu umum, pengawas bahan, dsb.
Dalam Perusahaan Pabrikasi (manufactured products)
• Total Biaya :
Biaya Produk + Biaya periode (komersial)
• Biaya produk :
Biaya bahan langsung + Biaya tenaga kerja langsung + Biaya overhead pabrikasi.
• Biaya Periode (komersial) :
Biaya pemasaran/penjualan + Biaya administratif dan umum
C.2. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Dagang.
Biaya Produk dan Biaya periode di Organisasi Bisnis
Jenis Perusahaan Biaya Produk Biaya Periode
Perusahaan Jasa Biaya penyerahan
Jasa. Beban pemasaran
Perusahaan dagang Biaya pembelian brg
Dagangan dari pema-
sok. Beban pemasaran
Beban administratif
Perusahaan pabrikasi Semua biaya pabri-
kasi, termasuk bahan
Baku langsung, tena
ga kerja langsung,
dan overhead pabri
kasi. Beban pemasaran
Beban administratif
Contoh : Laporan Laba Rugi
PT. Maysky Shinzoku
Laporan Laba Rugi
31 Desember 2005
Pendapatan penjualan …………………………………………… Rp. xxx.xxx
Biaya produk :
Persediaan barang dagangan, 1/1/2006 …............... Rp. xxx.xxx
Pembelian barang dagangan ………………........... Rp. xxx.xxx (+)
Barang dagangan tersedia utk dijual ……............... Rp. xxx.xxx
Persediaan brg dagangan, 31/12/2006…….............. Rp. xxx.xxx (-)
Biaya pokok penjualan …………………………………………… Rp. xxx.xxx
Laba kotor …………………………………………………………. Rp. xxx.xxx
Beban Penjualan dan Administratif
Biaya Periode :
Gaji ………………………………………………. Rp. xxx.xxx
Komisi wiraniaga ………………………………… Rp. xxx.xxx
Sewa ……………………………………………... Rp. xxx.xxx
Periklanan ………………………………………… Rp. xxx.xxx
Utilitas …………………………………………… Rp. xxx.xxx
Asuransi …………………………………………. Rp. xxx.xxx
Keperluan kantor ………………………………… Rp. xxx.xxx (+)
Jml beban penjualan dan administratif …. Rp.xxx.xxx
Laba Operasi ……………………………………………………. Rp.xxx.xxx
C.3. Klasifikasi Biaya dalam Perusahaan Jasa.
Ada dua pertimbangan akuntansi mendasar untuk perusahaan jasa, yakni :
(1) Biaya tenaga kerja yang relatif tinggi
(2) Tidak adanya persediaan untuk dijual.
Biaya dalam perusahaan jasa dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Biaya langsung (direct cost)
adalah biaya yang dapat ditelusuri secara fisik ke produk atau jasa tertentu, seperti gaji yang dibayarkan kepada para akuntan, pengacara, dll.
Biaya Tidak langsung (indirect cost)
adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa, seperti asuransi atau sewa kantor. Biaya tidak langsung biasanya dikurangkan dari pendapatan dalam periode di mana biaya dipakai.
Contoh: Laporan Laba Rugi Perusahaan Jasa
PT ADI JULIENZ
Laporan Laba Rugi
31 Desember 2006
Pendapatan Jasa Konsultasi Rp. 18.000.000
Kompensasi dan Tunjangan Rp. 8.500.000
Sewa Kantor Rp. 1.200.000
Pelatihan dan Riset Rp. 900.000
Rekruitmen Karyawan Rp. 500.000
Asuransi Profesional Rp. 350.000
Lain-Lain Rp. 750.000
Jumlah Biaya Rp. 12. 100.000
Laba Operasi Rp. 7.900.000
Biaya untuk Perencanaan, Pengendalian dan Pengambilan Keputusan.
Untuk tujuan perencanaan dan pengendalian, biaya sering kali digolongkan sebagai: biaya langsung dan tidak langsung, terkendalikan dan tidak terkendalikan, bergabung dan bersama, dan berbagai golongan lainnya.
Hubungan Biaya dengan Obyek Biaya
Biaya sering dikategorikan dari segi hubungannya dengan suatu obyek atau segmen operasi, yang sering disebut obyek biaya. Obyek biaya dapat berupa produk, kawasan penjualan, pelanggan, divisi, pabrik, departemen atau suatu aktivitas.
Terdapat dua jenis obyek biaya : obyek biaya antara dan obyek biaya akhir. Obyek biaya antara (intermediate cost object) adalah penghimpunan biaya yang dilaporkan yang lalu dialokasikan kepada obyek biaya lainnya. Obyek biaya Akhir (final cost object) adalah titik penghimpunan biaya di mana tidak dilakukan lagi alokasi biaya. Obyek biaya akhir yang palim lazim adalah produk.
Biaya Terkendalikan dan Biaya tidak Terkendalikan
Biaya Terkendaliakan :
Suatu biaya dianggap sebagai biaya terkendalikan pada jenjang manajemen tertentu manakala lapisan manajemen tersebut mempunyai kekuasaan untuk mengotorisasi biaya tadi. Contoh biaya iklan surat kabar menjadi biaya terkendalikan oleh manajer pemasaran apabila di mempunyai kekuasaaan untuk mengotori sasi biaya dan jenis iklan surat kabar.
Biaya tidak Terkendaliakan :
Biaya ini berada di luar kendali manajer karena di tidak dapat mengotorisasinya. Misal biaya penyusutan mesin perlengkapan pabrik bagi manajer pemasaran menjadi biaya tidak terkendalikan, karena manajer tsb tidak mempunyai wewenang untuk mengotorisasi pemakain mesin pabrik.
Biaya Bergabung dan Biaya Bersama
Biaya tidak langsung sering pula disebut biaya bersama atau biaya bergabung. Biaya Bersama (Common Cost) dikeluarkan untuk menyediakan manfaat kepada lebih dari satu aktivitas. Biaya ini terjadi ketika dua produk, yang mungkin dihasilkan secara terpisah, diproduksi bersama.
Biaya bergabung (joint cost), diterapkan dalam situasi di mana bermacam-macam keluaran berasal dari satu sumber. Contoh minyak mentah dapat diolah menjadi bermacam-macam produk (misal solar, oli, premium dll).
Biaya Relevan dan Biaya Tidak Relevan.
Dalam rangka untuk pengambilan keputusan, biaya relevan harus memiliki manfaat yang paling tinggi. Agar supaya biaya disebut biaya relevan, maka biaya tersebut :
• Harus berbeda pada waktu dilakukan perbandingan pilihan keputusan. Apabila suatu biaya meningkat, menurun, mun cul ataupun menghilang pada waktu suatu tindakan yang berbeda dievaluasi, maka biaya tadi boleh disebut relevan.
• Harus bernilai kini atau masa yang akan datang.
Biaya Tidak relevan (iirelevant cost) adalah biaya yang tidak berubah untuk semua alternatif.
D. Perilaku Biaya
Beberapa jenis biaya ada yang relatif tidak terpengaruh oleh fluktuasi volume produksi, sedang biaya lainnya ada yang terpengaruh oleh fluktuasi volume produksi. Karena bisnis bersifat dinamis, maka perusahaan sering dihadapkan pada kebutuhan untuk mengubah tingkat kegiatan bisnisnya.
Penggolongan biaya berdasarkan pola perilaku biaya bertujuan untuk menyajikan imformasi biaya yang bermanfaat untuk membantu manajemen dalam:
1. Menyusun perencanaan kegiatan.
2. Membuat keputusan khusus.
3. Mengendalikan kegiatan perusahaan.
Oleh karena itu, manajemen harus lebih cermat dalam menganalisis dan menelaah hubungan antara biaya dengan perubahan kegiatan bisnis yang terjadi jika ingin merencanakan kegiatan perusahaan dengan baik dan dapat mengendalikan biaya secara efektif.
Berdasarkan perubahan kegiatan produksi atau pola perilakunya, biaya dapat diklasifikasikan sebagai biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel.
Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap tidak terpengaruh oleh perubahan tingkat kegiatan perusahaan di dalam interval waktu dan kapasitas tertentu. Dengan demikian, meskipun terdapat perubahan tingkat kegiatan di dalam perusahaan tersebut, sejauh belum melampaui interval waktu dan interval kapasitas yang telah ditetapkan perusahaan, maka jumlah biaya ini akan tetap dan tidak akan berubah. Biaya tetap akan berubah jika kegiatan produksi melampaui relevan tersebut.
Biaya tetap per unit besarnya berbanding terbalik secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan produksi. Semakin tinggi tingkat kegiatan produksi, maka semakin rendah biaya tetapnya per unit, dan begitu pula sebaliknya.
Adapun ciri-ciri biaya tetap adalah sebagai berikut:
1. Biaya keseluruhan tetap dalam rentang keluaran yang relevan.
2. Penurunan biaya per unit bila volume bertambah dalam rentang yang relevan. Sebaliknya, kenaikan biaya per unit bila volume berkurang dalam rentang yang relevan.
3. Dapat dibebankan pada departemen-departemen berdasarkan keputusan manajemen atau menurut metode alokasi biaya.
4. Tanggung jawab pengendalian lebih banyak dipikul oleh manajemen daripada oleh penyelia operasi.
Biaya tetap sebenarnya tidak dapat dikatakan tetap seluruhnya, tetapi ada satu tahun tertentu yang mungkin akan berubah. Namun perubahan yang terjadi bukanlah disebabkan oleh kegiatan perusahaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh D. Hartanto sebagai berikut:
a. Biaya tetap yang dalam jangka pendek tidak dapat berubah, seperti biaya penyusutan.
b. Biaya tetap yang akan berubah jika terdapat perubahan volume dalam jangka waktu yang cukup lama, seperti biaya pengawasan.
c. Biaya tetap yang akan ditentukan oleh manajemen berdasarkan rencana jangka panjang. Biaya-biaya ini tidak mempunyai hubungan dengan volume yang ada, misalnya: biaya penelitian dan pengembangan.
Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara totalitas menurut perbandingan yang searahdengan perubahan tingkat aktivitas. Biaya variabel akan meningkat secara proporsional sesuai dengan peningkatan kegiatan dan akan menurun secara proporsional mengikuti penurunan kegiatan.
Biasanya biaya variabel dapat secara langsung diidentifikasikan dengan kegiatan yang mengakibatkan adanya biaya tersebut. Biaya variabel per unit bersifat konstan dan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.
Adapun ciri-ciri biaya variabel adalah sebagai berikut:
1. Jumlahnya akan berubah berbanding lurus dengan perubahan volume produksi.
2. Biaya variabel per unit selalu konstan meskipun volume produksi mengalami perubahan.
3. Dapat dengan mudah dialokasikan pada bagian operasional
4. Pemakaian dan pengawasannya dapat dilimpahkanpada bagian yang bersangkutan.
Biaya variabel dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Biaya variabel proporsional adalah biaya variabel yang naik turunnya sebanding dengan volume produksi.
2. Biaya variabel progresif adalah biaya variabel yang meningkat lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan volume produksi, misal: upah lembur.
3. Biaya variabel degresif proporsional adalah biaya variabel yang meningkat lebih lambat dibandingkan dengan kenaikan volume produksi, misal: biaya pemesanan bahan baku.
Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel adalah biaya yang didalamnya terkandung unsur biaya tetap dan biaya variabel secara bersama-sama. Dengan demikian, apabila terdapat perubahan tingkat produksi, maka jumlah biaya semivariabel ini akan berubah pula. Namun perubahan yang terjadi tidak akan mengikuti secara langsung terhadap setiap unit perubahan tingkat kegiatan yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan.
Karakteristik dari biaya semivariabel adalah sebagai berikut:
1. Biaya semivariabel jumlah totalnya berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, tetapi sifat perubahannya tidak sebanding.
2. Biaya semivariable per satuan berubah terbalik dihubungkan dengan volume kegiatan, tetapi sifatnya tidak sebanding.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous a. 2009. http:// daryono.staff.gunadarma.ac.id
Anonymous b. 2009. http://one.indoskripsi.com
Hartanto. 1981. Akuntansi untuk Usahawan. FE-UI. Jakarta
Moelyadi. 1991. Akuntansi Biaya. STIE YKPN. Yogyakarta
Supriyono, R.A. 1989. Akuntansi Biaya. BPFE. Yogyakarta
Usry, Milton. 1991. Akuntansi Biaya. Erlangga. Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)