OKELAH

SELAMAT MENIKMATI WEB KAMI.......

Sabtu, 05 Februari 2011

PERILAKU KONSUMEN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Elemen Perilaku Konsumen.
a. Afeksi (affect) dan kognitif (cognitive)
Elemen afeksi dan kognitif merupakan dua tipe tanggapan internal psikologis pada diri konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi melibatkan perasaan sedangkan kognitif melibatkan pikiran.
Kognitif (kognitive)
Komponen ini terdiri dari kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang objek. Pengetahuan tentang objek dapat diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan yang tertanam dalam memori. Aspek kognitif biasa terjadi melalui proses berpikir sadar ataupun dapat terjadi secara tidak sadar. Kepercayaan tentang atribut suatu produk biasanya dievaluasi secara alami. Samakin positif kepercayaan terhadap suatu merek dan semakin positif setiap kepercayaan, maka keseluruhan komponen kognitif akan terdukung, yang pada akhirnya akan mendukung keseluruhan dari sikap ini.
Afeksi (affect)
Perasaan dan reaksi emosional kepada suatu objek menunjukkan komponen afektif dari sikap. Konsumen yang menyukai suatu produk merupakan hasil dari emosi atau evaluasi afektif dari suatu produk. Evaluasi ini terbentuk tanpa adanya informasi kognitif atau kepercayaan tentang produk tersebut. Atau merupakan hasil evaluasi dari penampilan produk pada setiap atributnya. Tanggapan afeksi beragam, misal penilaian positif atau negatif dan rasa senang atau tidak senang.
b. Perilaku ( behavior)
Komponen ini adalah respon dari seseorang terhadap objek atau aktivitas. Seperti keputusan membeli atau tidaknya suatu produk yang merupakan tindakan nyata yang dapat diobservasi secara langsung.
c. Lingkungan
Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi.
Budaya.
Budaya seperti digunakan dalam studi perilaku konsumen, mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Semua bentuk pemasaran merupakan saluran tempat makna budaya di transfer kebarang konsumen. Dengan demikian, pemasaran adalah transmiter nilai yang serentak membentuk budaya dan dibentuk oleh budaya.
Kelas Sosial
Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Mereka dibedakan oleh perbedaan status sosioekonomi yang berjajar dari rendah hingga tinggi. Status kelas sosial kerap menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda (misalkan jenis minuman beralkohol yang disajikan, merek dari model mobil yang dikendarai, dan model pakaian yang disukai).
Pengaruh Pribadi
Sebagai konsumen, perilaku kita kerap dipengaruhi oleh mereka yang berhubungan erat dengan kita. Kita mungkin berespon terhadap tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Kita pun menghargai orang-orang disekeliling kita untuk nasihat mereka mengenai pilihan pembelian.
Keluarga dan situasi
Keluarga kerap merupakan unit pengambilan keputusan utama. Keluarga dapat membuat seseorang membeli sesuatu yang sesuai dengan keinginan keluarga. Karena keluarga merupakan posisi awal seseorang memulai sebuah proses sosialisasi. Perilaku konsumen akan berubah juga jika situasi berubah. Perubahan tersebut dapat diprediksi melalui penelitian dan dimanfaatkan dalam strategi.
d. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran merupakan suatu rencana yang didesain untuk mempengaruhi pertukaran dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Seperti pemasaran dengan pendekatan relasional yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan, kepuasan, dan kesenangan konsumen. Artinya setelah transaksi selesai, konsumen tidak dibiarkan begitu saja yang nantinya akan mudah pindah ke produk lain. Akan tetapi menciptakan kesetiaan bagi konsumen (pelanggan) dengan memahami apa yang diinginkan oleh konsumen. Dalam konteks hubungannya dengan perilaku konsumen. Efektifitas dan strategi pemasaran dapat ditunjukkan dengan kemampuannya mempengaruhi dan merubah aktivitas-aktivitas konsumen untuk mencapai apa yang menjadi sasaran dari strategi pemasaran. Apabila strategi pemasaran itu diarahkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen, maka setiap elemen dalam pemasaran (segmentasi, produk, harga, distribusi, dan promosi) harus bekerja dalam rangka menjawab permasalahan seputar perilaku konsumen. Sebagai contoh, apabila suatu perusahaan ingin menciptakan atau mengembangkan suatu barang maka pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah kepada kelompok konsumen mana produk itu diarahkan (segmentation).
2.1 Hubungan timbal balik dalam proses pengambilan keputusan konsumen.
Menurut Peter dan Olson (1999) empat hal penting dapat dibuat mengenai penetapan timbal balik dan hubungan antara elemen pada model.
1. Analisis menyeluruh perilaku konsumen harus mempertimbangkan ketiga elemen tersebut secara keseluruhan. Penjabaran perilaku konsumen didasarkan pada satu atau dua elemen tidaklah lengkap. Contohnya, menyatakan bahwa afeksi dan kognisi menyebabkan perilaku berarti meniadakan pengaruh lingkungan, menyepelekan sifat dinamis perilaku konsumen, dan dapat membuat strategi pemasaran menjadi kurang efektif.
2. Pentingnya menyadari bahwa sebagian dari ketiga elemen tersebut dapat menjadi titik awal analisis konsumen. Pada contoh tenteng televisi, analisis dimulai dengan selera konsuman; kita dapat memualainya dengan perilaku menonton TV atau dengan lingkungan program televisi. Meskipun demikian, karena pemasar kadangkala tertarik untuk mempengaruhi perilaku, analisis konsumen seringkali harus dimulai dengan berfokus pada perilaku.
3. Model bersifat dinamis; memandang perilaku konsumen sebagai suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Mungkin kita dapat memberikan penjabaran yang baik tentang konsumen berdasarkan elemen tersebut pada suatu waktu, tetapi pada saat yang bersamaan sebagian dari elemen tersebut mungkin telah berubah. Oleh karena itu, hasil dari riset konsumen seringkali dengan cepat menjadi basi.
4. Model dapat diterapkan pada berbagai tingkatan analisis. Yaitu, dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan serta perubahan diantara afeksi dan kognisi, perilaku, serta lingkungan untuk seorang konsumen, satu grup konsumen (misalnya suatu target pasar tertentu), atau untuk masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, kita percaya bahwa model tersebut adalah model umum yang dapat diterapkan pada berbagai macam permasalahan pemasaran dengan baik.
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Seperti halnya yang digambarkan dalam hubungan sebab-akibat yang berfokus pada dampak kausal.

Hubungan sebab- akibat

Konsumen cenderung melalui proses yang lebih kompleks dalam pengambilan keputusan hingga memperoleh barang yang dikehendakinya. Seperti yang digambarkan dalam hubungan timbal balik dari keseluruhan elemen (efeksi dan kognisi, perilaku, lingkungan serta strategi pemasaran). Adanya stimulus merupakan faktor yang merangsang konsumen untuk melakukan pengambilan keputusan. Adakalanya konsumen belum mengetahui tentang barang yang akan dibelinya (stimulus ambiguity). Oleh karena itu konsumen harus mencari informasi dahulu mengenai barang yang akan dibelinya (overt search). Setelah itu konsumen memperoleh informasi singkat mengenai barang yang akan dibelinya (attention). Karena hanya sebagian saja informasi tentang barang itu yang dapat diingat oleh konsumen tersebut, maka dalam proses memori terjadilah perceptual bias. Konsumen itu akan dapat mengingat informasi mengenai barang yang akan dibelinya secara lebih baik apabila ia betul-betul membutuhkan barang tersebut atau jika ia sebelumnya banyak bertannya mengenai barang tersebut (hal ini merupakan exogenous variables). Tahap berikutnya merupakan formasi dari sikap (atitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merek (brand comprehension). Kemudian konsumen memiliki kekuatan sikap positif pada suatu merek barang. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai merek yang berbeda-beda (confidence), dan konsumen dapat menentukan apakah ia akan membeli barang tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika konsumen tersebut telah mengetahui bermacam merek barang yang ia kehendaki, maka ia dapat merencanakan untuk membeli barang tersebut (output purchase). Apabila konsumen membeli barang sesuai dengan yang diharapkannya, maka ia akan mendapat kepuasan (satisfaction).
perilaku konsumen pada dasarnya terbentuk karena adanya interaksi atau komunikasi antara produsen / pemasar dengan konsumen. Dalam suatu komunikasi yang efektif, dibutuhkan adanya interaksi aktif antar pelaku komunikasi (komunikan). Interaksi aktif itu sendiri merupakan perwujudan dari suatu hubungan timbal balik, dimana produsen (pemasar) memberikan informasi tentang produk yang diinginkan konsumen. Begitu pula konsumen, ia memberikan informasi (masukan) tentang kriteria produk yang dia inginkan. Sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan mengembangkan strategi pemasarannya. Strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan tentunya memiliki tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produknya, guna meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
Keadaan tersebut cukup menunjukkan fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Dimana dalam gambaran keadaan di atas menunjukkan dominasi peranan suatu hubungan yang bersifat timbal balik, yaitu antara produsen / pemasok dengan konsumen dalam proses pengambilan keputusan konsumen, atas pembelian suatu barang.








Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).
Variabel proses pengamatan (perceptual processes) terdiri dari:
1. Attention, merupakan reseptor-reseptor indera untuk mengendalikan penerimaan informasi.
2. Stimulus ambiguity, yaitu ketidakpastian tentang yang diamati dan tidak adanya makna dari informasi yang diterima.
3. perceptual bias (penyimpangan pengamatan), yaitu suatu distorsi dari informasi yang diterima.
4. overt search (penelusuran nyata), yaitu penelusuran informasi secara aktif.

Variabel proses belajar terdiri dari:
1. motif, yaitu suatu dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan membeli.
2. Choice criteria (kriteria memilih), yaitu seperangkat motif yang berhubungan dengan tingkat produk yang menjadi pertimbangan.
3. brand comprehension (pemahaman merek), yaitu pengetahuan tentang berbagai merek barang yang akan dibeli.
4. attitude (sikap), yaitu kesukaan pada merek yang didasarkan atas kriteria memilih.
5. intention (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, di mana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan.
6. confidence (kepercayaan), yaitu keyakinan terhadap suatu merek tertentu.
7. satisfaction (kepuasan), yaitu tingkat penyesuaian antara kebutuhan denga pembelian barang yang diharapkan oleh konsumen.


2.3 Pengaplikasian pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi.
seorang petani membeli pupuk organik diawali diawali dengan pergi kesebuah toko pupuk yang menjual pupuk organik dan pupuk kimia (hal ini merupakan stimulus). Petani tersebut tidak banyak mengetahui kandungan pupuk organik dan belum mengetahui benar cara penggunaannya (stimulus ambiguity). Di dalam toko tersebut , petani mengajukan pertanyaan kepada penjual pupuk organik (overt search). Penjual tersebut memberikan sebuah brosur tentang berbagai macam pupuk organik dan cara penggunaanya, sehingga petani tersebut mendapatkan informasi secara singkat tentang pupuk organik (attention, timbul perhatian). Karena hanya sebagian informasinya yang dapat diingat oleh petani, maka dalam proses memori terjadi (perceptual bias). Petani akan dapat mengingat lebih baik tentang informasi mengenai pupuk organik apabila petani betul-betul membutuhkan pupuk organik, atau jika sebelumnya petani banyak bertanya (exogenous variables). Tahap selanjutnya adalah formasi dari sikap (attitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merk (brand somprehension). Kemudian petani tersebut mempunyai kekuatan sikap positif pada suatu merk pupuk organik. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai macam merk yang berbeda-beda (confidence), dan petani dapat menentukan apakah ia akan membeli pupuk organik tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika petani tersebut telah mengetahui bermacam merk pupuk organik, maka dia dapat merencanakan untuk membeli pupuk (output purchase). Apabila petani tersebut membeli pupuk organik yang sesuai harapan, maka ia akan mendapatkan kepuasan (satisfaction).






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 ada empat elemen dalam analisis perilaku konsumen yaitu:
1. afeksi (affect) dan kognisi (cognitive)
2. perilaku ( behavior)
3. lingkungan
4. strategi pemasaran
 hubungan timbal-balik dalam proses pengambilan keputusan konsumen
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).
 Contoh model pengambilan keputusan pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi.
Jika petani tersebut telah mengetahui bermacam merk pupuk organik, maka dia dapat merencanakan untuk membeli pupuk (output purchase). Apabila petani tersebut membeli pupuk organik yang sesuai harapan, maka ia akan mendapatkan kepuasan (satisfaction).

DAFTAR PUSTAKA
Amirulloh SE MM. 2002. Perilaku Konsumen. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Eagle, James F. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta. Binarupa Aksara.
Peter, J. Paul dan Olson. 1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jakarta.Erlangga. Jakarta.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta.Ghalia Indonesia.
Suryani, Tatik. 2008. Perilaku Konsumen: Implikasi pada Stategi Pemasaran. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar